Judul Buku : Ushfuriyyah (Kisah dari Kitab Al-Mawa’idzul Ushfuriyyah)
Hikayah : Jilid 2
Penulis: Saif Ibnu Rusly
MAWA'IDZUL USHFURIYYAH
1. Kasih sayang
Sayyidina Umar terhadap burung pipit yang dibuat mainan oleh anak-anak
2. Saat Bani
Israel kelaparan, seorang di antara mereka berjalan di pantai dan berkata dalam
hati, "andai pasir ini bisa menjadi tepung, pasti Bani Israel tidak akan
kelaparan" Maka Allah mencatat pahala bersedekah sebanyak pasir di pantai
itu meskipun itu hanya keinginan yang belum terjadi
3. Seorang bani
Israel
yang dibuang sampai mati
4. Sayyidina
Ali berjalan pelan di belakang seorang Nasrani tua karena menghormati
ketuaannya
5. Wafatnya
guru Imam Manshur Al-Maturidzi dalam usia delapan puluh tahun
6. Sepuluh
Khawarij menguji kecerdasan Sayyidina Ali
7. Tujuh batu
menjadi saksi atas ucapan dua kalimat syahadat yang dibaca oleh seorang lelaki
di Arafah
8. Nabi Musa
bertanya mengapa Allah memasukkan sebagian hambanya ke dalam neraka?
9. Mukjizat
yang dilihat oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum masuk Islam
10. Ibrahim bin
Adham dan gagak yang memberi makan seorang yang kelaparan
11. Sayyidina
Utsman lebih takut mendengar cerita alam kubur daripada cerita hari Kiamat
12. Hasan Basri
dan wanita kecil yang cerdas yang berbicara di atas kuburan ayahnya
13. Rasulullah
tidak mau mensholati orang mati karena punya hutang empat dirham. Malaikat
Jibril membayar hutang itu karena si mayat selalu membaca surat Al-Ikhlas seratus kali setiap hari
14. Kasih Allah
atas seorang yang terusir dari negerinya yang kesepian
15. Batu keluar
dari tembok untuk melindungi Nabi Muhammad dari batu yang sengaja dijatuhkan
oleh Syihab dari atas Ka'bah. Syihab pun masuk Islam
16. Murid
Abdullah bin Mubarak membeli kuda yang tidak tidak bisa dipakai berperang. Setelah
dibeli, ternyata kuda itu sangat hebat di medan
perang.
17. Dosa-dosa
seseorang akan dihapus karena kasih sayang terhadap anak kecil
18. Bani Israel
tidak mau beriman sebelum melihat Allah. Maka mereka disambar petir
19. Ibrahim bin
Adham membebaskan semua budaknya yang berjumlah tujuh puluh dua orang. Seorang
di antara mereka memukul Ibrahim bin Adham dalam keadaan mabuk. Membentak minta
di antar pulang. Maka, Ibrahim bin Adham membawanya ke kuburan. "itulah
rumahmu"
20. Kisah
ditahannya dua puluh sahabat Nabi oleh tentara Romawi
21. Ja'far wafat
dalam perang. Arwahnya terbang dengan dua sayap hijau penuh mutiara dan yaqut. Kemuliaan
itu diperoleh sebab beliau tidak pernah melakukan tiga perkara. 1) dusta, 2) zina,
3) mabuk
22. 82 tetangga
surga. Yazid Busthami meminta kepada Allah untuk dipertemukan dengan tetangga
surganya. Maka Allah pun mempertemukannya
بسم الله
الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baiknya penciptaan. Sholawat dan salam atas Baginda Nabi Muhammad saw, keluarga
dan semua sahabatnya.
Kisah-kisah dalam buku ini diambil dari Kitab Irsyadul Ibad,
karya Syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz bin Zainuddin Al-Malibary. Kitab Irsyadul
Ibad berisi banyak ayat, dan hadits tentang petunjuk dalam menjalani kehidupan.
Di dalamnya juga terdapat kisah-kisah yang menarik untuk dibaca, dikaji dan
direnungkan.
Semoga buku kecil ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan
semua pihak yang membantu menyebarkannya.
Saif Ibnu Rusly
{كتاب المواعظ العصفورية}
1. Hikayat. Dari
Umar ra, saat dia berjalan di gang Madinah, dia melihat anak kecil yang di
tangannya ada seekor burung pipit. Anak itu memainkan burung itu. Umar ra, merasa
kasihan pada burung itu, lalu membelinya darinya, dan membebaskannya. Ketika
Umar ra, telah wafat, banyak yang melihatnya dalam mimpi. Mereka bertanya
tentang keadaan Umar ra, mereka bertanya, “Apa yang Allah lakukan padamu?” Umar
ra, menjawab, “Allah telah mengampuniku dan memaafkanku.” Mereka bertanya lagi,
“Sebab apa wahai Umar? Apakah sebab kemurahan hatimu, keadilanmu, atau
kezuhudanmu?” Umar ra, menjawab, “Ketika orang-orang memasukkanku ke kuburan, dan
menutupiku dengan tanah, lalu meninggalkanku sendirian. Tiba-tiba dua malaikat
gagah masuk kepadaku, hilanglah akalku, gemetarlah tulang-tulangku sebab
wibawanya. Mereka memegangku, mendudukkanku, dan ingin bertanya kepadaku. Maka,
aku mendengar panggilan, “Tinggalkan hambaku, dan jangan membuatnya ketakutan. Sesungguhnya
aku menyayanginya dan memaafkannya karena dia telah menyayangi seekor burung
pipit di alam dunia maka aku menyayanginya di alam uqba (alam pembalasan).” (Al-Mawa’idz
Al-Ushfuriyyah, hal: 2)
2. Hikayat: Dahulu
kala ada seorang hamba dari kalangan bangsa Israel lewat di bukit pasir. Saat
itu bangsa Israel
sedang dilanda kepalaran. Hamba itu menginginkan dan berkata sendirian, “seandainya
bukit pasir ini adalah tepung, maka kenyanglah perut-perut bangsa Israel.” Allah
mewahyukan kepada seorang nabi dari nabi-nabi mereka agar mengatakan kepada
orang itu, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menetapkan bagimu sebuah pahala yang
apabila bukit pasir itu adalah tepung dan kamu menyedekahkannya.” Barangsiapa
menyayangi hamba-hamba Allah maka Allah pasti menyayanginya. Sesungguhnya hamba
tersebut ketika menyayangi hamba-hamba Allah dengan ucapannya, “seandainya
bukit ini adalah tepung maka kenyanglah manusia.” Hamba tersebut telah
mendapatkan pahala sebagaimana jika dia melakukannya (padahal dia belum
melakukannya) (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 2)
3. Hikayat: Sesungguhnya
seorang lelaki telah meninggal pada zaman Nabi Musa as. Manusia tidak mau
memandikannya, tidak mau menguburkannya sebab keburukan akhlaqnya. Kemudian
mereka memegang kakinya dan melemparnya ke tempat sampah. Lalu Allah mewahyukan
kepada Nabi Musa as, dan berfirman, “Wahai Musa, telah mati seseorang di sebuah
tempat, di tempat sampah. Dia itu adalah kekasihku. Manusia tidak mau
memandikannya, tidak mau mengkafaninya, tidak mau menguburkannya. Pergilah kamu,
mandikan, kafani, sholati dan kuburkan dia. Maka Nabi Musa as, datang ke tempat
itu dan bertanya tentang mayat itu. Mereka berkata, “Telah mati seorang lelaki
dengan sifat yang begini dan begitu. Sungguh dia itu orang durhaka terkutuk.”
Nabi Musa as, berkata, “Dimana tempatnya? Sesungguhnya Allah ta’ala telah
mewahyukan kepadaku karena orang itu.” Nabi Musa as, melanjutkan, “Beritahukan
padaku tempatnya.” Maka mereka pergi ke tempat itu. Pada saat Nabi Musa as, melihat
orang itu terbuang di tempat sampah, manusia memberitahukan padanya bahwa mayat
itu sangat buruk akhlaqnya. Musa as, kemudian bertanya kepada Tuhannya, “Ya
Allah, Kamu telah menyuruhku menguburkannya, sholat untuknya, sedangkan kaumnya
bersaksi bahwa dia adalah mayat yang buruk. Kamu lebih tahu dari mereka tentang
pujian dan cacian.” Allah mewahyukan padanya, “Wahai Musa, kaumnya memang benar
tentang apa yang mereka ceritakan padamu mengenai buruknya perbuatannya. Hanya
saja, Aku telah mengampuninya sebab tiga perkara, yang apabila semua orang
berdoa meminta tiga perkara itu niscaya
aku akan memberikannya. Bagaimana aku tidak akan menyayanginya padahal dia
telah meminta tentang dirinya dan Aku adalah Yang Maha Penyayang dari orang-orang
yang penyayang.” Musa as, bertanya, “Wahai Tuhanku, apa tiga perkara itu?”
Allah Ta’ala berfirman, “Ketika dekat kematiannya, dia berkata (pertama), “Ya
Tuhanku, Kamu Tahu diriku bahwa aku berbuat maksiat-maksiat, dan sebenarnya aku
benci kemaksiatan itu dalam hatiku. Tetapi telah berkumpul tiga perkara
sehingga aku melakukan maksiat padahal aku membencinya dalam hatiku, (tiga
perkara itu) pertama: Hawa nafsuku, kedua: teman buruk, ketiga: Iblis, laknat
Allah atasnya. Tiga perkara ini yang menyebabkanku masuk dalam perbuatan
maksiat. Sesungguhnya Kamu Tahu diriku tentang apa yang aku katakan, maka
ampunilah aku. (Kedua) dia berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya Kamu tahu bahwa
aku berbuat maksiat-maksiat, maka kedudukanku bersama kefasikan. Tetapi aku
menyukai persahabatan dengan orang-orang sholih dan kezuhudan mereka. Kedudukan
mereka lebih aku sukai dari orang-orang berakhlaq buruk. (Ketiga) dia berkata, “Tuhanku,
sesungguhnya Kamu Tahu tentangku bahwa orang-orang sholih lebih aku sukai
daripada orang-orang fasiq, sehingga jika ada dua orang menemuiku yang satu
sholih dan yang satunya lgi jahat maka aku dahulukan keperluan orang sholih itu.”
Dikatakan, dalam riwayat Wahb bin Munabbih, dia berkata, “Ya Tuhanku, jika kamu
memaafkanku dan mengampuni dosa-dosaku, maka gembiralah para kekasihmu dan para
nabimu, dan sedihlah setan, musuhku dan musuhMu. Jika kamu menyiksaku sebab
dosa-dosaku, maka gembiralah setan dan teman-temannya, dan sedihlah para
kekasihmu dan para nabimu. Sesungguhnya aku tahu bahwa kegembiraan para kekasih
lebih kamu sukai dari gembiranya setan dan teman-temannya. Maka ampunilah aku
ya Allah. Sesungguhnya Kamu Tahu tentang diriku dan apa yang aku katakan. Sayangilah
aku dan ampunilah aku.” Allah Ta’ala berfirman, “Maka Aku Menyayanginya, mengampuninya
dan memaafkannya. Sesungguhnya Aku Maha Pemurah dan Maha Penyayang terhadap
orang yang mengakui dosa-dosa di hadapanku. Orang ini mengakui dosa-dosa, maka
Aku mengampuni dan memaafkannya. Hai Musa, lakukan apa yang Aku perintahkan
padamu. Sesungguhnya Aku Mengampuni atas kehormatannya untuk orang yang sholat
atas jenazahnya dan hadir pada pemakamannya.” (Irsyadul Ibad, hal: 3)
4. Diceritakan
bahwa Ali ra, berangkat untuk sholat Jama’ah Shubuh secara tergesa-gesa. Dia
bertemu dengan orang tua berjalan di depannya dengan pelan dan tenang di jalan
itu. Ali ra, tidak mendahulinya sebagai penghormatan padanya karena dia lanjut
usia, sehingga hampir habis waktu Shubuh. Ketika orang tua itu dekat ke pintu
masjid ternyata dia tidak masuk ke masjid. Tahulah Ali ra, bahwa orang tua itu
beragama kristen. Ali masuk ke masjid dan masih mendapati Rasulullah saw, sedang
rukuk dengan rukuk yang lama seukuran dua kali rukuk, sehingga Ali ra, nututi
sholat Jama’ah. Ketika selesai sholat, dia bertanya kepada Rasulullah saw, kenapa
memanjangkan rukuk dalam sholat, Ali ra, berkata, “Ya Rasulallah, mengapa kamu
memanjangkan rukuk dalam sholat ini? Dan aku belum pernah mengalami hal seperti
ini.” Rasulullah saw, bersabda: “Ketika aku rukuk dan membaca Subhana Robbiyal
Adzim sebagaimana yang memang aku lakukan, kemudian aku ingin mengangkat
kepalaku. Tiba-tiba Jibril datang dan meletakkan sayapnya di punggungku, memegangiku
beberapa lama. Ketika dia mengangkat sayapnya, aku pun mengangkat kepalaku.”
Jamaah sholat bertanya, “Kenapa Jibril melakukan itu?” Rasulullah saw, berkata,
“Aku belum menanyakan itu pada Jibril.” Lalu Jibril datang, dan berkata, “Wahai
Muhammad, sesungguhnya Ali tergesa-gesa ingin ikut sholat jamaah. Dia bertemu
lelaki tua kristen di jalan, dan dia tidak tahu bahwa lelaki itu beragama
kristen. Ali menghormatinya karena tua, tidak mendahuluinya, dan menjaga haknya.
Maka, Allah menyuruhku memegangimu ketika rukuk sehingga Ali nututi sholat
Shubuh berjamaah. Hal ini bukanlah sesuatu yang aneh, yang lebih aneh adalah
bahwa Allah memerintahkan kepada Mikail as, agar menahan matahari dengan
sayapnya sehingga matahari tidak terbit beberapa lama sebab Ali.” Hal ini
adalah keutamaan menghormati orang tua lanjut usia padahal dia beragama kristen.
(Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 4)
5. Kisah yang
lain: Ketika dekat kematian gurunya Abu Manshur Al-Maturidzy ra, dan dia waktu
itu berusia delapan puluh tahun. Guru itu sakit, dan menyuruh Abu Manshur untuk
mencari budak yang seumur dengannya untuk dibeli dan dibebaskan. Abu Manshur
berangkat mencari namun tidak menemukannya. Orang-orang berkata, “Bagaimana
mungkin kamu akan menemukan budak umur delapan puluh tahun, lanjut usia yang
tidak dibebaskan?” Abu Manshur pulang ke rumah gurunya dan memberitahu tentang
ucapan manusia. Ketika gurunya mendengar penjelasan tentang ucapan itu, gurunya
meletakkan kepalanya di tanah dan memohon kepada Tuhannya, dengan berkata, “Ya
Tuhanku, sesungguhnya makhluq tidak mengabaikan kemurahan hatinya ketika
budaknya sampai pada umur delapan puluh tahun (sehingga pasti dibebaskan), maka
bagaimana mungkin Kamu tidak akan membebaskanku dari api neraka padahal Kamu
Maha Mulia, Maha Pemurah, Maha Agung, Maha Pengampun, Maha Bersyukur.” Maka
Allah Ta’ala membebaskannya. (Al-Mawa’idz
Al-Ushfuriyyah, hal: 4)
6. Nabi saw, bersabda,
“Aku adalah kotanya ilmu, dan Ali adalah pintunya.” Ketika kaum khawarij
mendengar hadits ini, mereka dengki terhadap Ali ra. Sepuluh orang berkumpul
dari kalangan tokoh mereka. Mereka berkata, “Sesungguhnya kita akan bertanya
pada Ali satu pertanyaan. Kita akan lihat bagaimana dia menjawab kita. Jika dia
menjawab setiap pertanyaan kita dengan jawaban yang lain, maka kita tahu dia
memang pintar sebagaimana sabda Nabi saw.” Maka, datanglah seorang dari mereka
dan berkata, “Hai Ali, ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu
lebih utama dari harta.” Orang itu berkata, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata,
“Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Syadad, Fir’aun
dan lainnya mereka.” Orang itu pergi membawa jawaban ini. Kemudian datang orang
lain, bertanya dengan pertanyaan orang pertama tadi. Ali ra, menjawab, “Ilmu
lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata,
“Ilmu menjagamu, sedangkan harta, kamulah yang menjaganya.” Orang itu pergi
membawa jawaban ini. Kemudian datang seorang dari mereka, bertanya seperti
pertanyaan orang pertama dan kedua. Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari
harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Pemilik
harta memiliki musuh yang banyak sedangkan pemilik ilmu memiliki sahabat yang
banyak.” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian datanglah orang lain
dan bertanya, “Ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih
utama.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Jika kamu
berikan harta, maka harta akan berkurang sedangkan jika kamu berikan ilmu maka
ilmu akan bertambah.” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Maka hadirlah orang
lain dan bertanya seperti mereka, “Ilmu lebih utama atau harta?”. Ali ra, menjawab,
“Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra,
berkata, “Pemilik harta dipanggil dengan nama bakhil dan hina sedangkan pemilik
ilmu dipanggil dengan nama agung dan mulia.” Orang itu pulang membawa jawaban
ini. Maka hadirlah orang lain dan bertanya tentang hal itu. Ali ra, menjawab, “Ilmu
lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata,
“Harta harus dijaga dari pencuri sedangkan ilmu tidak perlu dijaga dari pencuri.”
Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian hadirlah orang lain dan bertanya
tentang hal itu. Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali berkata, “Pemilik
harta akan dihisab di hari Kiamat sedangkan pemilik ilmu akan memberi syafaat
di hari Kiamat.” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian datanglah orang
lain dan bertanya, “Ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih
utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali berkata, “Harta
akan rusak dengan lamanya didiamkan serta berlalunya zaman sedangkan ilmu tidak
pernah rusak dan tidak pernah binasa” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian
hadirlah orang lain dan bertanya, “Ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab,
“Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali
berkata, “Harta mengeraskan hati sedangkan ilmu menerangkan hati” Orang itu
pulang membawa jawaban ini. Kemudian hadirlah orang lain dan bertanya tentang
hal itu. Orang itu bertanya, “Ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu
lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata,
“Pemilik harta dijuluki dengan julukan ahli riba sebab hartanya sedangkan
pemilik ilmu dijuluki dengan julukan ahli ibadah.” Ali ra, berkata, “Jika
mereka bertanya kepadaku tentang hal ini maka aku akan menjawabnya dengan
jawaban yang lain selama aku hidup.” Maka semua orang itu menyerah. (Al-Mawa’idz
Al-Ushfuriyyah, hal: 5)
7. Hikayat: Seorang
laki-laki wuquf di Arafah. Di tangannya ada tujuh batu. Orang itu berkata, “hai
batu-batu, jadilah saksi untukku di hadapan Tuhanku bahwa aku bersaksi tiada
tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah. Kemudian orang itu tidur
dan bermimpi seakan-akan Kiamat telah tiba. Orang itu diadili dan dinyatakan
masuk neraka. Malaikat membawanya dan ketika sampai ke pintu neraka, tiba-tiba
ada sebuah batu dari batu-batu itu meletakkan dirinya pada pintu neraka. Maka
malaikat penyiksa berkumpul untuk mengangkatnya dan mereka tidak mampu. Kemudian
orang itu dibawa ke pintu yang lain, tiba-tiba ada satu batu lain dari batu-batu
yang tujuh itu. Malaikat tidak mampu untuk mengangkatnya. Kejadian itu terulang
sehingga dia dibawa ke tujuh pintu
neraka, dan setiap pintu neraka terdapat batu itu. Kemudian orang itu
dibawa ke bawah Arsy. Malaikat berkata, “Oh Tuhan kami, Kamu Tahu terhadap
urusan hambaMu, dan kami tidak menemukan jalan menuju ke neraka.” Tuhan Yang
Maha Memberi Berkah dan Maha Tinggi berfirman, “Hai hambaKu, batu-batu itu
telah menjadi saksi dan tidak menghilangkan hakmu. Maka bagaimana aku akan
menghilangkan hakmu padahal aku menyaksikan persaksianmu.” Allah berfirman, “Masukkan
dia ke surga..!” maka ketika telah dekat ke surga, pintu-pintu surga masih
terkunci. Maka datanglah syahadat La ilaaha illaLah dan terbukalah pintu surga
semuanya. Maka masuklah lelaki itu. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 5)
8. Imam Az-Zahid
Sayyidi Al-Mufty ra, bercerita dari ayahnya Al-Mufty ra, berkata, “Sesungguhnya
Musa as, berdoa pada Tuhannya, dia berkata, “Tuhanku, Kamu telah menciptakan
makhluk, memeliharanya dengan nikmat dan rizkiMu, tapi kemudian Kamu masukkan
mereka pada hari Kiamat ke dalam neraka.” Allah mewahyukan kepadanya, “Hai Musa,
berdirilah, tanamlah tanaman.” Maka Musa as, menanam dan menyiramnya. Setelah
tanama tumbuh, Musa as, memanen dan menginjaknya (memisahkan yang baik dari
yang rusak). Allah bertanya kepadanya, “Apa yang kamu lakukan pada tanamanmu, hai
Musa?” Musa menjawab, “Aku mengangkatnya.” Allah Ta’ala bertanya, “Apa yang
kamu tinggalkan darinya?” Musa menjawab, “Hai Tuhanku, aku tidak meninggalkan
kecuali yang tidak ada kebaikan di dalamnya.” Allah berfirman, “Hai Musa, sesungguhnya
aku masukkan ke neraka orang yang tidak ada kebaikan di dalamnya.” Musa
bertanya, “Siapa orang itu?” Allah berfirman, “Yaitu orang yang menolak berkata,
La ilaaha illalLah. Muhammadur Rasulullah (tiada tuhan selain Allah. Muhammad
utusan Allah)” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 5)
9. Abu Bakar As-Shiddiq
ra. Di sebutkan bahwa dia adalah pedagang sukses di masa Jahiliyah. Adapun sebab
dia masuk Islam adalah bahwa dia bermimpi di Syam. Dia melihat dalam mimpinya
ada matahari dan bulan di kamarnya. Dia mengambil keduanya dengan tangannya, mengumpulkan
keduanya pada dadanya dan memakaikan selendang padanya. Ketika dia bangun dari
tidurnya, dia pergi ke seorang pendeta kristen untuk bertanya tentang mimpi itu
dan meminta penjelasan. Pendeta itu berkata, “Kamu darimana?” Abu Bakar
menjawab, “Dari Mekkah..” Pendeta bertanya lagi, “Dari suku apa?” Abu Bakar
menjawab, “Dari suku Taym.” Pendeta berkata, “Apa tujuanmu ke sini?” Abu Bakar
menjawab, “Untuk berdagang..” Pendeta berkata, “Akan keluar di zamanmu seorang
laki-laki dari keturunan Hasyim yang dipanggil dengan Muhammad Al-Amin. Dia
dari suku Hasyim. Dialah nabi akhir zaman. Seandainya tidak ada dia, tentu
Allah tidak akan menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya, tidak
juga menciptakan Adam, tidak juga menciptakan para nabi dan utusan. Dialah
penutup para nabi. Kamu akan masuk dalam agama Islamnya dan akan menjadi
menterinya serta akan menjadi khalifah setelahnya. Inilah penjelasan tentang
mimpimu.” Kemudian pendeta melanjutkan, “Aku telah menemukan sifatnya dalam
kitab Taurat, Injil dan Zabur. Sesungguhnya aku telah masuk Islam untuknya, dan
aku sembunyikan keislamanku karena takut terhadap orang-orang Kristen.” Ketika
Abu Bakar ra, mendengar dari pendeta itu
tentang sifat Nabi saw, maka luluh hatinya dan rindu untuk berkunjung pada Nabi
Muhammad saw. Abu Bakar berangkat menuju Makkah, mencarinya dan menemukannya. Abu
Bakar mencintai Nabi Muhammad dan tidak bisa bersabar sesaat pun tanpa
melihatnya. Maka beberapa saat kemudian, Rasulullah saw, bersabda, “Wahai Abu
Bakar, setiap hari kamu datang padaku, duduk denganku tetapi tidak masuk Islam?”
Abu Bakar ra, berkata, “Jika kamu adalah nabi, maka kamu pasti punya mukjizat.”
Nabi saw, bersabda, “Apakah tidak cukup mukjizat yang kamu lihat dalam mimpimu
di Syam, penjelasan pendeta, dan dia kabarkan keislamannya.” Abu Bakar ra, mendengar
hal itu kemudian berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan
sesungguhnya kamu adalah utusan Allah.” Abu Bakar ra, masuk Islam dan sangatlah
bagus keislamannya. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 6)
10. Hikayat: Ibrahim
bin Adham. Adapun sebab taubatnya adalah pada suatu hari, dia keluar ke pantai.
Turun ke sebuah tempat, membuka persediaan makanan untuk memakan makanan. Pada
saat itu, tiba-tiba datang seekor burung gagak mengambil sebuah roti dari
persediaan itu dengan paruhnya dan terbang ke udara. Ibrahim merasa heran
tentang hal itu. Ibrahim mengendarai kudanya, mengikuti di belakang burung
gagak itu sehingga burung gagak itu naik ke sebuah gunung dan menghilang dari
pandangannya. Ibrahim naik juga ke gunung itu untuk mencari burung gagak itu. Dari
arah yang jauh, Ibrahim melihat burung gagak itu. Ketika dia mendekat, maka
burung itu terbang. Ibrahim melihat ada seorang laki-laki yang diikat di gunung
dalam keadaan terlentang. Ketika Ibrahim melihat lelaki itu dalam keadaan
seperti itu, dia turun dari kudanya, membuka ikatannya dan bertanya keadaan dan
ceritanya. Lelaki itu berkata, “Sesungguhnya aku seorang pedagang. Perampok
telah menghadangku. Mereka mengambil semua hartaku. Mereka memukulku, mengikatku
dan membuangku di tempat ini. Aku di sini sudah tujuh hari. Setiap hari gagak
itu datang padaku membawa roti. Dia duduk di dadaku, memecahkan roti dengan
paruhnya dan meletakkannya di mulutku. Allah tidak pernah meninggalkanku dalam
keadaan lapar selama tujuh hari itu.” Maka Ibrahim mengendarai kudanya, membonceng
orang itu dan pergi ke tempat turunnya. Ibrahim bertaubat dan kembali kepada
Allah. Melepas baju kebanggaan dan memakai pakaian kaum shufi. Membebaskan
budaknya, mewakafkan perabotan rumahnya dan harta-harta miliknya, mengambil
sebuah tongkat dan menuju ke Mekkah tanpa membawa bekal dan kendaraan. Dia
bertawakkal kepada Allah dan tidak memperdulikan bekal. Dia tidak merasa lapar
sehingga tiba di Kakbah. Dia bersyukur kepada Allah, memujiNya, sambil membaca
ayat, (artinya) “…Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusanNya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (At-Thalaq ayat 3). (Al-Mawa’idz
Al-Ushfuriyyah, hal: 10)
11. Diceritakan, dari
Abu Bakar Al-Ismaily dengan riwayat dari Ustman bin Affan ra, bahwa ketika
Utsman diperdengarkan sifat-sifat neraka, dia tidak menangis. Jika
diperdengarkan sifat-sifat Kiamat, dia tidak menangis. Tetapi jika dia
diperdengarkan sifat-sifat kubur, dia menangis. Dikatakan kepadanya, “Mengapa
begini wahai Amirul Mukminin?” Ustman ra, menjawab, “Jika aku masuk neraka, aku
bersama manusia. Jika aku di hari Kiamat, aku bersama manusia. Tetapi, jika aku
di kuburan, aku sendirian dan tidak ditemani oleh satu orang pun dalam kubur. Sesungguhnya
kunci kubur ada pada malaikat Israfil as, dan dia membukanya di hari Kiamat
sambil berkata, “Barangsiapa dunia telah menjadi penjaranya maka kuburan adalah
surganya.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 17)
12. Diceritakan
dari Hasan Al-Bashri, bahwa dia duduk di pintu rumahnya dan ada jenazah yang
lewat. Di belakang jenazah itu ada manusia. Di bawah jenazah itu ada seorang
anak perempuan kecil berlari-lari kecil. Mengurai rambutnya. Anak itu menangis.
Hasan berdiri mengikuti jenazah itu. Anak itu berkata, “Wahai ayahku, aku tidak
pernah bertemu sebuah hari seperti hari ini.” Hasan berkata, “Ayahmu tidak
pernah bertemu dengan hari seperti hari ini.” Hasan kemudian sholat untuk
jenazah itu dan pulang. Ketika telah pagi, Hasan sholat Shubuh. Setelah
matahari terbit, Hasan duduk di pintu rumahnya dan melihat anak perempuan itu
menangis sedang pergi menuju kubur ayahnya untuk berziarah. Hasan berkata
sendiri, “Anak itu pasti bijaksana, aku akan mengikutinya. Mungkin dia akan
berbicara yang bermanfaat bagiku. Hasan pun mengikutinya. Ketika anak itu
sampai di kubur ayahnya, Hasan bersembunyi dari pandangannya di semak belukar. Anak
itu memeluk kubur ayahnya, meletakkan pipinya di tanah dan berkata, “Wahai
ayahku, bagaimana kamu menginap di gelapnya kubur sendirian tanpa lampu dan
teman ramah. Wahai ayahku, aku masih menyalakan lampu untukmu kemarin malam, maka
siapa yang menyalakan lampu untukmu barusan? Wahai ayahku, aku masih menghampar
tempat tidur untukmu kemarin malam, maka siapa yang menghamparkan tempat tidur untukmu
barusan? Wahai ayahku, aku masih memijat kedua tangan dan kakimu kemarin malam,
maka siapa yang memijat kedua tangan dan kakimu barusan? Wahai ayahku, aku
masih memberimu minum kemarin malam, maka siapa yang memberimu minum barusan? Wahai
ayahku, aku masih membolak-balik badanmu miring ke kanan dan ke kiri kemarin
malam, maka siapa yang membolak-balik badanmu barusan? Wahai ayahku, aku masih
menutupi badanmu yang terbuka kemarin malam, maka siapa yang menutupimu barusan?
Wahai ayahku, aku masih mengusap wajahmu kemarin malam, maka siapa yang
mengusap wajahmu barusan? Wahai ayahku, kamu masih memanggil kami kemarin malam,
maka siapa yang kamu panggil barusan dan siapa yang menjawab panggilanmu? Wahai
ayahku, aku masih memberimu makan kemarin malam ketika kamu ingin makan, maka
apakah kamu ingin makan dan siapa yang memberimu makan barusan? Wahai ayahku, aku
masih memasak untukmu bermacam makanan kemarin malam, maka siapa yang memasak
untukmu barusan?” Hasan menangis dan menampakkan dirinya pada anak itu, mendekat
padanya dan berkata, “Wahai anak perempuanku, jangan katakan ucapan-ucapan itu
tetapi katakanlah, “Kami arahkan wajahmu ke arah Kiblat, apakah kamu masih
dalam keadaan seperti itu atau kamu telah berpaling ke arah lain? Wahai ayahku,
kami telah memberimu kafan dengan kafan yang bagus, apakah kafan itu masih
seperti semula atau telah dilepas darimu? Wahai ayahku, kami telah meletakkan
kamu di dalam kubur dalam keadaan bagus badanmu, maka apakah tetap seperti itu
atau ulat-ulat telah memakanmu? Katakan, Wahai ayahku, sesungguhnya ulama’
berkata bahwa hamba ditanya tentang iman, di antara hamba itu ada yang bisa
menjawab dan ada yang tidak bisa. Apakah kamu menjawabnya atau kamu tidak bisa
menjawabnya? Wahai ayahku, ulama’ berkata, kubur itu diluaskan kepada sebagian
mereka dan disempitkan kepada sebagian mereka. Apakah kubur sempit untukmu atau
luas? Wahai ayahku, sesungguhnya ulama berkata, sebagian mereka diganti
kafannya dengan kafan surga dan sebagian lagi diganti dengan kafan neraka. Apakah
digantikan untukmu dari neraka atau dari surga? Wahai ayahku, sesungguhnya
ulama’ berkata, sesungguhnya kubur adalah sebuah taman dari taman-taman surga
atau jurang dari jurang-jurang neraka. Wahai ayahku, sesungguhnya ulama’
berkata, kubur memeluk sebagian mereka seperti pelukan orang tua yang penuh
kasih sayang, dan membenci juga memeras sebagian mereka sehingga remuk tulang-tulang
mereka. Apakah kubur memelukmu atau membencimu? Wahai ayahku, sesungguhnya
ulama’ berkata, setiap orang yang diletakkan di kubur menyesal. Orang yang
takwa menyesal karena tidak memperbanyak kebaikan-kebaikannya. Orang-orang ahli
maksiat menyesal kenapa dia melakukan kejelekan-kejelekan? Apakah kamu menyesal
atas kejelekan-kejelekanmu atau atas sedikitnya kebaikan-kebaikanmu? Wahai
ayahku, kamu menjawabku saat aku memanggilmu. Ketika aku memanggil di ujung
kuburmu, aku tidak mendengar suaramu. Wahai ayahku, kamu telah pergi dengan
sebuah kepergian yang kamu tidak akan pernah bertemu lagi denganku sampai hari
Kiamat. Ya Allah, jangan halangi kami dari pertemuan dengannya di hari Kiamat.”
Anak perempuan itu berkata, “Wahai Hasan, betapa bagusnya ratapanmu pada ayahku
dan betapa bagusnya peringatan untukku dan menyadarkanku dari tidurnya orang-orang
lalai. Kemudian anak itu pulang bersama Hasan dalam keadaan menangis. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 17)
13. Diceritakan, bahwa
Nabi saw duduk di pintu Madinah dan sebuah (rombongan mengantar) Jenazah lewat.
Nabi saw, bertanya, “Apakah dia punya hutang?” Mereka menjawab, “Dia punya
hutang empat dirham.” Nabi saw, bersabda, “Sholatlah kalian untuknya, sesungguhnya
aku tidak sholat jenazah untuk orang yang punya hutang empat dirham, kemudian
mati dan belum melunasinya.” Jibril as, turun dan berkata, “Hai Muhammad, sesungguhnya
Allah mengucap salam untukmu dan Berfirman, “Aku telah mengutus Jibril dengan
bentuk manusia untuk melunasi hutangnya.” Jibril berkata, “Berdirilah dan
sholatlah, sesungguhnya orang itu telah diampuni.” Allah berfirman, “Siapa yang
sholat untuk jenazahnya maka Allah akan mengampuninya.” Nabi saw, bersabda, “Wahai
saudaraku Jibril, darimana dia mendapat kemuliaan ini?” Jibril menjawab, “Karena
bacaannya setiap hari 100 kali surat
Al-Ikhlas. Sesungguhnya di dalam surat
itu ada penjelasan tentang sifat-sifat Allah, pujian atasnya.” Jibril
melanjutkan, “Barangsiapa membacanya satu kali sepanjang hidupnya, maka dia
tidak akan keluar dari dunia kecuali akan melihat tempatnya di surga. Lebih
khusus lagi jika membacanya dalam sholat lima
waktu setiap hari. Jumlah itu akan memberi syafaat untuknya di hari Kiamat dan
untuk keluarganya dari kalangan yang ditetapkan masuk neraka.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah,
hal: 20)
14. Diceritakan, bahwa
di kalangan bangsa Israel
ada seorang laki-laki jahat yang tidak pernah mencegah dari berbuat jahat. Penduduk
negerinya tidak mampu menghalanginya berbuat jahat. Mereka merendahkan diri
kepada Allah Ta’ala. Allah mewahyukan
kepada Nabi Musa as, bahwa di dalam bangsa Israel ada seorang pemuda jahat. Keluarkan
dia dari negeri mereka sehingga api tidak diturunkan kepada mereka. Musa as, datang
dan mengeluarkannya. Pemuda itu pergi ke sebuah desa dari beberapa desa. Allah
perintahkan untuk mengeluarkannya dari desa itu. Musa mengeluarkannya dari desa
itu. Pemuda itu keluar ke tempat sampah dan ke tempat yang tidak ada makhluk
apapun, tidak ada burung dan binatang buas. Pemuda itu sakit di tempat sampah
itu. Dia tidak punya satu pun penolong yang bisa membantunya. Dia meletakkan
dirinya di tanah dan berkata dalam keadaan sakitnya, “Ya Tuhanku, jika ibuku
hadir di dekat kepalaku, pasti dia menyayangiku dan menangis atas kehinaanku. Jika
ayahku hadir di sampingku, pasti dia menolongku, memandikanku dan mengkafaniku.
Jika istriku ada di sisiku, pasti dia menangis karena perpisahanku. Jika anak-anakku
di sampingku, pasti mereka menangis di belakang jenazahku dan berkata, “Ya
Allah ampuni orang tuaku yang terasing, yang lemah, yang berbuat maksiat, yang
jahat, yang diusir dari satu negeri ke negeri lain, dari satu negeri ke desa, dari
desa ke tempat sampah. Kemudian keluar dari alam dunia ke alam akhirat dalam
keadaan putus asa dari segala apapun kecuali dari Rahmat Allah Ta’ala” dan dia
berkata, “Ya Allah, jika kamu memutusku dari orang tuaku, anak-anakku dan
istriku, maka janganlah kamu putuskan aku dari RahmatMu. Kamu telah membakarku
dengan perpisahan mereka, tetapi jangan kamu bakar aku dengan api nerakaMu
sebab maksiatku.” Maka Allah mengirim padanya para bidadari dalam bentuk ibunya
dan bidadari dalam bentuk istrinya, mengutus pemuda surga dalam bentuk anak-anaknya, dan mengutus seorang
malaikat dalam bentuk ayahnya. Mereka duduk di sampingnya dan menangis untuk
pemuda itu seakan-akan mereka anak-anaknya, istrinya, ibunya dan ayahnya yang
hadir disampingnya. Maka senanglah hati pemuda itu dan berkata, “Ya Allah, jangan
kamu putus aku dari kasih sayangmu. Sesungguhnya Kamu Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” Pemuda itu sampai kepada Rahmat Allah dalam keadaan suci dan diampuni.
Allah kemudian mewahyukan kepada Musa as, untuk pergi ke tempat sampah itu di
tempat itu. Telah mati di tempat itu seorang kekasih Allah dari kalangan para kekasih
Allah. Mandikan, kafani dan sholatlah untuknya.” Ketika Musa as, hadir ke
tempat itu, dia melihat pemuda yang dulu pernah diusirnya dari negeri ke desa
atas perintah Allah Ta’ala, juga melihat bidadari sedang menangis untuknya. Musa
as, berkata, “Ya Allah, apakah dia pemuda jahat yang aku usir dari negerinya
atas perintahMu?” Allah berfirman, “Ya, wahai Musa. Tetapi aku telah memberinya
Rahmat dan mengampuninya sebab rintihannya saat dia sakit, sebab perpisahannya
dari negerinya, orang tuanya, anak-anaknya dan istrinya. Aku mengutus untuknya
bidadari dalam bentuk ibunya, dan malaikat dalam bentuk ayahnya, sebagai kasih
sayangku padanya atas rasa hinanya dalam keterasingannya. Jika orang asing
telah mati, maka menangis untuknya penduduk langit dan bumi dengan rasa kasih
sayang. Maka, bagaimana aku tidak akan menyayanginya padahal aku adalah Dzat
Yang Paling Maha Penyayang di antara orang-orang yang penyayang.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 21)
15. Diceritakan
bahwa suatu hari orang-orang kafir berkumpul di rumah Abu Jahal. Tiba-tiba
masuk seorang lelaki yang dipanggil Thariq As-Shaydalaniy. Thariq berkata, “Betapa
mudahnya Muahmmad bagi kita jika kalian bersepakat pada ucapanku.” Orang-orang
kafir berkata, “Apa itu wahai Thariq?” lelaki itu berkata, “Sesungguhnya
Muhammad menyandar di dinding Kakbah. Jika seorang dari kita pergi untuk
melemparkan batu besar dari atas Kakbah pada saat yang tepat.” Seorang lelaki
berdiri di antara mereka yang dikenal dengan nama Syihab. Syihab berkata, “Kalau
kalian mengijinkan aku untuk membunuhnya..” Mereka pun mengijinkan. Syihab naik
ke atas Kakbah membawa sebuah batu besar dan melemparkannya kepada Nabi saw. Ternyata,
ada sebuah batu yang keluar dari dinding Kakbah menangkap batu tadi di udara
sampai Rasulullah saw, pergi dari tempatnya. Kemudian, jatuhlah batu itu ke
bumi. Dinding itu masuk ke tempatnya dan kembali seperti semula. Syihab melihat
kejadian itu dan merasa heran. Syihab turun dari Kakbah dan datang ke hadapan
Rasulullah saw, dan betapa bagus keislamannya. Thariq juga masuk Islam. Syihab
dan orang-orang yang bersamanya masuk Islam setelah melihat mukjizat ini. Iman
kepada Nabi Muhammad saw, di akhir zaman termasuk paling utamanya kedudukan, karena
mereka menetap di atas Iman dan Islam di dalam jauhnya jarak tanpa menyaksikan
Nabi Muhammad saw, dan mukjizat-mukjizatnya. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 22)
16. Dalam sebuah
cerita, bahwa Abdullah bin Mubarak melihat sebuah kuda yang dijual di pasar
dengan harga empat puluh dirham. Abdullah berkata, “Betapa murahnya kuda ini.”
Dikatakan kepadanya, “Kuda ini punya banyak cela.” Abdullah bertanya, “Apa saja
itu?” Pemilik kuda menjawab, “Kuda ini tidak bisa mengejar di belakang musuh, berhenti
sehingga musuh di belakang berhasil mengejarnya, meringkik dan menjerit di
tempat yang seharusnya diam.” Abdullah berkata, “Oh, kalau begitu kuda ini
mahal.” Abdullah meninggalkan kuda itu. Kemudian kuda itu dibeli oleh muridnya
Abdullah. Ketika hari peperangan tiba, murid ini berperang menggunakan kuda itu
dengan baik. Abdullah bertanya kepada muridnya itu, “Kamu telah menyembuhkan
celanya.” Muridnya berkata, “Ya. Sebenarnya, kuda ini persis seperti yang
dibicarakan oleh pemiliknya dulu. Tetapi, ketika aku membelinya, aku bisikkan
di telinganya. Hai kuda, sesungguhnya aku meninggalkan dosa-dosaku dan aku
bertaubat, kembali pada Allah Ta’ala. Tinggalkanlah olehmu apa yang ada pada
dirimu dari keburukan-keburukan.” Kuda itu menggerakkan kepalanya tiga kali dan
menjawab bahwa dia akan meninggalkan celanya itu. Aku pun tahu bahwa cela itu
dari pemilik kuda bukan dari kudanya. Sesungguhnya kuda orang kafir mengutuk
pemiliknya sampai turun dari punggungnya. Orang dzolim ahli maksiat juga begitu.
Allah berfirman, (artinya) “Ingatlah, kutukan Allah atas orang-orang dzolim.”
Jika Allah mengutuknya maka segala sesuatu pasti mengutuknya. Seperti itu juga
kuda akan mengutuk pemiliknya jika dia kafir, dzolim, munafik, sombong sampai
turun dari punggungnya. Maka, diketahui bahwa binatang merasa gembira dan patuh
pada pemiliknya sebab ketaatan kebahagiaan itu. Dan kegembiraan itu akan
menjadi sebuah makhluk di hari Kiamat, datang dan memegang pemiliknya kemudian
memimpinnya ke surga. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 25)
17. Hikayat: Ali
berkata, datang seorang lelaki kepada Nabi saw, dan berkata, “Ya Rasulallah, aku
telah bermaksiat pada Allah, maka sucikanlah aku.” Nabi bertanya, “Apa maksiat
yang kamu kerjakan?” Orang itu menjawab, “Aku malu untuk mengatakannya.”
Rasulullah saw, bersabda, “Apakah kamu malu untuk memberitahuku tentang dosamu,
dan kenapa kamu tidak malu kepada Allah padahal Dia Melihatmu? Berdirilah dan
keluarlah dari sisiku agar api tidak turun pada kami.” Maka keluarlah orang itu
dari hadapan Rasul dalam keadaan hampa, putus asa, menangis. Kemudian Jibril
datang dan berkata, “Hai Muhammad, kenapa kamu membuat putus asa seorang
pendosa yang punya penebus atas dosanya meskipun dosanya sangat banyak.”
Rasulullah saw, bertanya, “Apa tebusan dosanya?” Jibril berkata, “Dia punya
anak kecil. Jika dia masuk ke rumahnya dan anak kecil itu menyambutnya, maka
orang itu memberikan sesuatu dari makanan atau sesuatu yang membuatnya bahagia.
Jika anak kecil itu bahagia maka itu adalah tebusan bagi dosa-dosanya.”
Diketahui bahwa kegembiraan anak-anakmu adalah tebusan bagi dosa-dosamu, keselamatan
dari api neraka sebagaimana Allah berfirman, (artinya), “Sesungguhnya harta-harta
kalian dan anak-anak kalian adalah ujian. Dan Allah, di sisiNya ada pahala yang
besar.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 26)
18. Hikayat: dalam
cerita ini ada kabar gembira bagi orang-orang beriman. Umat-umat masa lalu
lemah kemampuannya dan sedikit pemahamannya. Mereka tidak membenarkan rasul-rasul
mereka kecuali dengan mukjizat dan diperlihatkan keajaiban benda. Kaum Nabi
Musa pernah berkata kepada Nabi Musa, “Kami tidak akan percaya kepadamu sampai
kami melihat Allah secara jelas. Maka petir menghancurkan mereka.” Mereka
bertanya kepada Musa, “Apakah Tuhanmu tidur? Karena di dalam kitab Taurat ada
ayat bahwa Allah tidak pernah mengantuk dan tidak pula tidur.” Maka Nabi Musa
menerangkan kepada mereka tentang ayat yang ada dalam kitab Taurat. Mereka
bertanya, “Bagaimana mungkin Tuhanmu tidak tidur?” Allah mewahyukan kepada Nabi
Musa as, agar dia memenuhi dua botol dengan air kemudian memegang keduanya
dengan tangannya. Allah membuatnya tertidur. Jatuhlah dua botol itu dan pecah. Allah
berfirman, “Katakan hai Musa kepada kaummu. Jika Alah tidur, maka hancurlah
alam semesta ini. Jadikanlah hal ini sebagai perumpamaan.” Allah memuji umat
ini, umat Nabi Muhammad saw, dengan firmanNya, (artinya) “Kalian adalah umat
terbaik.” Karena umat ini membenarkan Rasulullah saw, tanpa melihat mukjizat
dan perumpamaan selama bertahun-tahun.” (Al-Mawa’idz
Al-Ushfuriyyah, hal: 26)
19. Hikayat: Ibrahim
bin Adham punya tujuh puluh dua budak. Ketika dia bertaubat dan kembali kepada
Allah Ta’ala, dia bebaskan semua budaknya. Suatu hari, satu orang dari mereka
minum khomer dan bertemu dengan Ibrahim. Orang itu berkata, “Hai fulan, tunjukkan
aku ke rumahku.” Ibrahim berkata, “Ya.” Kemudian Ibrahim mengantarnya ke
kuburan. Ketika orang mabuk itu melihat dirinya dibawa ke kuburan, dia memukul
Ibrahim dengan pukulan yang keras, dan berkata, “Tunjukkan aku ke rumahku…!! Kenapa
kamu bawa aku ke kuburan?” Ibrahim berkata, “Hai orang yang sedikit akal, ini
rumahmu yang sebenarnya. Rumah selain kuburan adalah rumah palsu. Orang mabuk
kembali memukulnya dengan cambuk. Setiap kali dipukul, Ibrahim berkata, “Semoga
Allah mengampunimu.” Ketika keduanya seperti itu, datang seorang laki-laki lain
dan berkata kepada yang mabuk, “Hai fulan, apa yang kamu kerjakan? Kamu memukul
tuanmu yang telah membebaskanmu.” Orang yang memukul itu tidak sadar bahwa yang
dipukul adalah tuannya. Orang mabuk itu bertanya, “Siapa ini?” Orang yang
datang itu menjawab, “Dia tuanmu yang telah membebaskanmu. Dia Ibrahim bin
Adham.” Ketika orang mabuk itu tahu bahwa yang dipukul adalah orang yang
membebaskannya, dia turun dari kudanya dan meminta maaf padanya. Ibrahim
berkata, “Aku terima permohonan maafmu. Aku memaafkanmu dan mengampunimu.”
Orang yang memukul itu berkata, “Tuanku, aku memukulmu, menyakitimu tetapi kamu
mendoakan aku dengan doa yang baik. Dan berdoa pada setiap pukulan, “Semoga
Allah memaafkanmu.” Ibrahim berkata, “Bagaimana aku tidak akan mendoakanmu
dengan doa yang baik padahal kamu akan menjadi sebab diriku masuk surga sebab
pukulanmu padaku dan siksaanmu itu.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 29)
20. Diceritakan
bahwa Umar bin Abdul Aziz pada masa kepemimpinannya mengirim para sahabat
menuju Romawi untuk sebuah peperangan. Para sahabat dikalahkan. Dua puluh orang
dari para sahabat ditawan. Kaesar Romawi memerintahkan kepada satu orang
tawanan di antara mereka untuk masuk agamanya dan menyembah patung. Kaesar
berkata, “Jika kamu masuk dalam agamaku dan sujud kepada berhala maka aku akan
menjadikanmu pemimpin di sebuah negeri yang besar. Aku akan memberimu pangkat, harta
pilihan, gelas, dan taman bunga. Tetapi, jika kamu tidak masuk dalam agamaku, maka
aku akan membunuhmu dan memenggal lehermu.” Tawanan itu berkata, “Aku tidak
akan menjual agamaku dengan kehidupan dunia.” Maka, Kaesar memerintahkan untuk
membunuhnya. Tawanan itu dibunuh di lantai, dipenggal kepalanya dengan pedang. Kepala
tawanan itu berputar-putar di lantai tiga kali membaca ayat ini, (artinya) “Hai
jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”
Maka Kaesar marah dan mengambil tawanan kedua dan berkata, “Masuklah kamu dalam
agamaku. Aku akan menjadikanmu pemimpin di Mesir, jika tidak mau maka aku akan
memenggal lehermu sebagaimana aku telah memenggal leher temanmu tadi.” Tawanan
itu berkata, “Aku tidak akan menjual agamaku dengan kehidupan dunia. Kamu
memang punya kekuasaan untuk memenggal leherku tetapi kamu tidak punya
kekuasaan untuk memenggal keimananku.” Kaesar menyuruh agar dia dipenggal. Maka
dipenggal kepalanya dan berputar tiga kali mengelilingi kepala teman yang tadi.
Kepala itu membaca ayat, (artinya) “Maka orang itu berada dalam kehidupan yang
diridhai, dalam syurga yang tinggi, buah-buahannya dekat.” Kemudian kepala itu
diam dan menempel kepada kepala pertama tadi. Kaesar marah dengan kemarahan
yang sangat besar. Kaesar menyuruh agar membawa tawanan ketiga. Kaesar berkata,
“Apa yang akan kamu katakan? Apakah kamu akan masuk dalam agamaku, kemudian aku
jadikan kamu pemimpin?” Kecelakaan menimpa tawanan itu. Dia berkata, “Aku masuk
agamamu dan memilih dunia di atas kehidupan akhirat.” Kaesar berkata kepada
menterinya, “Tulis untuknya jumlah harta, berikan dia harta pilihan, gelas emas,
dan pangkat.” Menteri itu berkata, “Wahai raja, bagaimana kita akan memberinya
semua itu tanpa sebuah ujian?” Menteri itu melanjutkan, “Katakan padanya, jika
kamu benar dalam pembicaraanmu, maka bunuhlah seorang dari sahabatmu. Jika kamu
lakukan itu, maka kami akan percaya padamu. Kemudian, orang terkutuk dan
terhina itu membawa seorang temannya dan membunuhnya. Maka, raja menyuruh pada
menterinya untuk menulis sejumlah harta. Menteri itu berkata pada raja, “Ini
tidak masuk akal, dan bukan sebuah kecerdasan jika raja membenarkan
pembicaraannya. Orang ini tidak menjaga hak saudaranya yang dilahirkan bersama
dan tumbuh bersama. Bagaimana mungkin dia akan menjaga hak kita?” Raja pun
menyuruh agar orang itu dibunuh. Prajurit membunuhnya dan memenggal kepalanya. Kepala
itu berputar di lantai sebanyak tiga kali. Kepala itu membaca ayat, (artinya) “Apakah orang-orang yang telah pasti ketentuan siksa
atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang yang berada
dalam api neraka?” Kemudian kepala itu diam di ujung
lantai, dan tidak mendekat pada dua kepala tadi. Maka orang itu mati menuju
siksa Allah Ta’ala dan kita berlindung kepada Allah. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah,
hal: 30)
21. Sesungguhnya
Ja’far At-Thayyar ra, dengan keberkahan kejujurannya dan tidak adanya dusta
sepanjang umurnya, ketika dia terbunuh, Allah Ta’ala menciptakan dua sayap
utuknya, berwarna hijau, dipenuhi permata dan Yaqut. Ja’far terbang dengan
kedua sayapnya bersama para malaikat. Suatu hari Nabi saw, bertanya, “Wahai
Ja’far At-Thayyar, wahai putra Abu Thalib… Sebab amal ibadah apa kamu mencapai
kemuliaan ini?” Ja’far menjawab, “Aku tidak tahu. Aku hanya menahan tiga
perkara saat aku masih kafir atau pun saat aku masuk Islam.” Rasulullah saw, bertanya,
“Apa saja itu?” Ja’far menjawab, “Aku tidak pernah berdusta, aku tidak pernah
berzina, aku tidak pernah mabuk, ketika aku masih kafir atau pun sesudah aku
masuk Islam.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 34)
22. Diceritakan
bahwa Abu Yazid Al-Busthomi ra, suatu hari berdoa kepada Tuhannya, hatinya
menjadi sangat baik, hatinya menjadi lunak, akalnya terbang ke Arsy, dan
berkata pada dirinya. “Inilah kedudukan Nabi Muhammad saw, pemimpin para rasul
as. Semoga nanti aku menjadi tetangganya di surga.” Ketika terbangun, dia
dipanggil dalam bisikan, “Sesungguhnya budaknya seorang syaikh imam, di negeri
itu akan menjadi tetanggamu di surga.” Ketika sadar, dia pergi mencarinya, ingin
melihat wajahnya. Dia pergi sejauh jarak satu farsakh atau lebih. Ketika sampai
di negeri itu, dia bertanya tentang budaknya syaikh. Mereka bertanya, “Untuk
apa kamu bertanya tentang budak yang jahat, peminum khomer itu? Padahal kamu
adalah orang yang di wajahmu ada tanda-tanda orang sholih?” Ketika Abu Yazid
mendengar perkataan mereka, dia menyesal dan curiga. Dia berkata, “Mungkin
suara bisikan itu dari setan.” Dia pun ingin pulang ke negerinya, kemudian
berpikir, “Aku datang kesini, belum melihat wajahnya, dan ingin pulang?” Maka
Abu Yazid berkata, “Dimana tempat budak itu?” Mereka memberitahunya dan berkata,
“Sesungguhnya dia sibuk dengan minumannya di tempat itu.” Abu Yazid berangkat
menuju tempat itu. Dia melihat empat puluh lelaki berkumpul di sebuah tempat
untuk minum khomer. Budak itu duduk di antara mereka. Ketika melihat keadaan
ini, Abu Yazid pulang dengan rasa kecewa. Tiba-tiba, budak itu memanggil, “Hai
Abu Yazid, hai guru besar kaum muslimin… Kenapa kamu tidak masuk ke rumah ini? Kamu
datang kesini dari tempat yang jauh, letih dan kesulitan untuk bertemu dengan
tetanggamu di surga. Dan kamu telah menemukannya, tapi kamu ingin segera pulang,
tanpa ucapan salam, tanpa sebuah pembicaraan, dan tanpa sebuah pertemuan?” Abu
Yazid merasa heran dan merasakan keajaiban. Abu Yazid berkata pada dirinya, “Perjalananku
ini rahasia, bagaimana dia tahu hal ini?” Budak itu berkata, “Hai syaikh, tak
perlu berpikir dan merasa heran. Sesungguhnya yang mengutusmu kepadaku adalah
yang memberitahuku atas kedatanganmu. Masuklah syaikh, duduklah bersama kami
sebentar saja.” Abu Yazid masuk dan duduk di sampingnya, dia berkata, “Hai
fulan, keadaan macam apa ini?” Budak itu menjawab, “Bukanlah keinginan seorang
lelaki sejati untuk masuk surga sendirian. Sesungguhnya mereka, pemabuk itu, awalnya
berjumlah delapan puluh lelaki yang berakhlak buruk. Aku bersemangat untuk
mengubah mereka yang empat puluh. Mereka pun bertaubat, dan kembali dari sifat
buruknya, dan akan menjadi teman-temanku dan tetangga-tetanggaku di surga. Sekarang
tersisa empat puluh orang, maka tugasmu adalah berusaha untuk mengubah mereka
dan mencegah mereka dari perbuatan ini sebagai tujuan dari kedatanganmu.”
Ketika para pemabuk mendengar ucapan itu, mereka sadar bahwa orang yang datang
itu adalah Syaikh Abu Yazid Al-Busthomi ra. Mereka bertaubat semuanya. Maka, mereka
semuanya berjumlah delapan puluh dua lelaki yang akan menjadi teman dan
tetangga di surga. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 36)
Bondowoso, 10 Muharram 1434 H
Saif Ibnu Rusly