Tuesday, May 8, 2012

Kisah Teladan 2


Judul Buku : Ushfuriyyah (Kisah dari Kitab Al-Mawa’idzul Ushfuriyyah)
Hikayah : Jilid 2
Penulis: Saif Ibnu Rusly

MAWA'IDZUL USHFURIYYAH
1.         Kasih sayang Sayyidina Umar terhadap burung pipit yang dibuat mainan oleh anak-anak
2.         Saat Bani Israel kelaparan, seorang di antara mereka berjalan di pantai dan berkata dalam hati, "andai pasir ini bisa menjadi tepung, pasti Bani Israel tidak akan kelaparan" Maka Allah mencatat pahala bersedekah sebanyak pasir di pantai itu meskipun itu hanya keinginan yang belum terjadi
3.         Seorang bani Israel yang dibuang sampai mati
4.         Sayyidina Ali berjalan pelan di belakang seorang Nasrani tua karena menghormati ketuaannya
5.         Wafatnya guru Imam Manshur Al-Maturidzi dalam usia delapan puluh tahun
6.         Sepuluh Khawarij menguji kecerdasan Sayyidina Ali
7.         Tujuh batu menjadi saksi atas ucapan dua kalimat syahadat yang dibaca oleh seorang lelaki di Arafah
8.         Nabi Musa bertanya mengapa Allah memasukkan sebagian hambanya ke dalam neraka?
9.         Mukjizat yang dilihat oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum masuk Islam
10.       Ibrahim bin Adham dan gagak yang memberi makan seorang yang kelaparan
11.       Sayyidina Utsman lebih takut mendengar cerita alam kubur daripada cerita hari Kiamat
12.       Hasan Basri dan wanita kecil yang cerdas yang berbicara di atas kuburan ayahnya
13.       Rasulullah tidak mau mensholati orang mati karena punya hutang empat dirham. Malaikat Jibril membayar hutang itu karena si mayat selalu membaca surat Al-Ikhlas seratus kali setiap hari
14.       Kasih Allah atas seorang yang terusir dari negerinya yang kesepian
15.       Batu keluar dari tembok untuk melindungi Nabi Muhammad dari batu yang sengaja dijatuhkan oleh Syihab dari atas Ka'bah. Syihab pun masuk Islam
16.       Murid Abdullah bin Mubarak membeli kuda yang tidak tidak bisa dipakai berperang. Setelah dibeli, ternyata kuda itu sangat hebat di medan perang.
17.       Dosa-dosa seseorang akan dihapus karena kasih sayang terhadap anak kecil
18.       Bani Israel tidak mau beriman sebelum melihat Allah. Maka mereka disambar petir
19.       Ibrahim bin Adham membebaskan semua budaknya yang berjumlah tujuh puluh dua orang. Seorang di antara mereka memukul Ibrahim bin Adham dalam keadaan mabuk. Membentak minta di antar pulang. Maka, Ibrahim bin Adham membawanya ke kuburan. "itulah rumahmu"
20.       Kisah ditahannya dua puluh sahabat Nabi oleh tentara Romawi
21.       Ja'far wafat dalam perang. Arwahnya terbang dengan dua sayap hijau penuh mutiara dan yaqut. Kemuliaan itu diperoleh sebab beliau tidak pernah melakukan tiga perkara. 1) dusta, 2) zina, 3) mabuk
22.       82 tetangga surga. Yazid Busthami meminta kepada Allah untuk dipertemukan dengan tetangga surganya. Maka Allah pun mempertemukannya

بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya penciptaan. Sholawat dan salam atas Baginda Nabi Muhammad saw, keluarga dan semua sahabatnya.
Kisah-kisah dalam buku ini diambil dari Kitab Irsyadul Ibad, karya Syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz bin Zainuddin Al-Malibary. Kitab Irsyadul Ibad berisi banyak ayat, dan hadits tentang petunjuk dalam menjalani kehidupan. Di dalamnya juga terdapat kisah-kisah yang menarik untuk dibaca, dikaji dan direnungkan.
Semoga buku kecil ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan semua pihak yang membantu menyebarkannya.

Saif Ibnu Rusly


{كتاب المواعظ العصفورية}
1.         Hikayat. Dari Umar ra, saat dia berjalan di gang Madinah, dia melihat anak kecil yang di tangannya ada seekor burung pipit. Anak itu memainkan burung itu. Umar ra, merasa kasihan pada burung itu, lalu membelinya darinya, dan membebaskannya. Ketika Umar ra, telah wafat, banyak yang melihatnya dalam mimpi. Mereka bertanya tentang keadaan Umar ra, mereka bertanya, “Apa yang Allah lakukan padamu?” Umar ra, menjawab, “Allah telah mengampuniku dan memaafkanku.” Mereka bertanya lagi, “Sebab apa wahai Umar? Apakah sebab kemurahan hatimu, keadilanmu, atau kezuhudanmu?” Umar ra, menjawab, “Ketika orang-orang memasukkanku ke kuburan, dan menutupiku dengan tanah, lalu meninggalkanku sendirian. Tiba-tiba dua malaikat gagah masuk kepadaku, hilanglah akalku, gemetarlah tulang-tulangku sebab wibawanya. Mereka memegangku, mendudukkanku, dan ingin bertanya kepadaku. Maka, aku mendengar panggilan, “Tinggalkan hambaku, dan jangan membuatnya ketakutan. Sesungguhnya aku menyayanginya dan memaafkannya karena dia telah menyayangi seekor burung pipit di alam dunia maka aku menyayanginya di alam uqba (alam pembalasan).” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 2)
2.         Hikayat: Dahulu kala ada seorang hamba dari kalangan bangsa Israel lewat di bukit pasir. Saat itu bangsa Israel sedang dilanda kepalaran. Hamba itu menginginkan dan berkata sendirian, “seandainya bukit pasir ini adalah tepung, maka kenyanglah perut-perut bangsa Israel.” Allah mewahyukan kepada seorang nabi dari nabi-nabi mereka agar mengatakan kepada orang itu, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menetapkan bagimu sebuah pahala yang apabila bukit pasir itu adalah tepung dan kamu menyedekahkannya.” Barangsiapa menyayangi hamba-hamba Allah maka Allah pasti menyayanginya. Sesungguhnya hamba tersebut ketika menyayangi hamba-hamba Allah dengan ucapannya, “seandainya bukit ini adalah tepung maka kenyanglah manusia.” Hamba tersebut telah mendapatkan pahala sebagaimana jika dia melakukannya (padahal dia belum melakukannya) (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 2)
3.         Hikayat: Sesungguhnya seorang lelaki telah meninggal pada zaman Nabi Musa as. Manusia tidak mau memandikannya, tidak mau menguburkannya sebab keburukan akhlaqnya. Kemudian mereka memegang kakinya dan melemparnya ke tempat sampah. Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi Musa as, dan berfirman, “Wahai Musa, telah mati seseorang di sebuah tempat, di tempat sampah. Dia itu adalah kekasihku. Manusia tidak mau memandikannya, tidak mau mengkafaninya, tidak mau menguburkannya. Pergilah kamu, mandikan, kafani, sholati dan kuburkan dia. Maka Nabi Musa as, datang ke tempat itu dan bertanya tentang mayat itu. Mereka berkata, “Telah mati seorang lelaki dengan sifat yang begini dan begitu. Sungguh dia itu orang durhaka terkutuk.” Nabi Musa as, berkata, “Dimana tempatnya? Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewahyukan kepadaku karena orang itu.” Nabi Musa as, melanjutkan, “Beritahukan padaku tempatnya.” Maka mereka pergi ke tempat itu. Pada saat Nabi Musa as, melihat orang itu terbuang di tempat sampah, manusia memberitahukan padanya bahwa mayat itu sangat buruk akhlaqnya. Musa as, kemudian bertanya kepada Tuhannya, “Ya Allah, Kamu telah menyuruhku menguburkannya, sholat untuknya, sedangkan kaumnya bersaksi bahwa dia adalah mayat yang buruk. Kamu lebih tahu dari mereka tentang pujian dan cacian.” Allah mewahyukan padanya, “Wahai Musa, kaumnya memang benar tentang apa yang mereka ceritakan padamu mengenai buruknya perbuatannya. Hanya saja, Aku telah mengampuninya sebab tiga perkara, yang apabila semua orang berdoa meminta tiga perkara itu  niscaya aku akan memberikannya. Bagaimana aku tidak akan menyayanginya padahal dia telah meminta tentang dirinya dan Aku adalah Yang Maha Penyayang dari orang-orang yang penyayang.” Musa as, bertanya, “Wahai Tuhanku, apa tiga perkara itu?” Allah Ta’ala berfirman, “Ketika dekat kematiannya, dia berkata (pertama), “Ya Tuhanku, Kamu Tahu diriku bahwa aku berbuat maksiat-maksiat, dan sebenarnya aku benci kemaksiatan itu dalam hatiku. Tetapi telah berkumpul tiga perkara sehingga aku melakukan maksiat padahal aku membencinya dalam hatiku, (tiga perkara itu) pertama: Hawa nafsuku, kedua: teman buruk, ketiga: Iblis, laknat Allah atasnya. Tiga perkara ini yang menyebabkanku masuk dalam perbuatan maksiat. Sesungguhnya Kamu Tahu diriku tentang apa yang aku katakan, maka ampunilah aku. (Kedua) dia berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya Kamu tahu bahwa aku berbuat maksiat-maksiat, maka kedudukanku bersama kefasikan. Tetapi aku menyukai persahabatan dengan orang-orang sholih dan kezuhudan mereka. Kedudukan mereka lebih aku sukai dari orang-orang berakhlaq buruk. (Ketiga) dia berkata, “Tuhanku, sesungguhnya Kamu Tahu tentangku bahwa orang-orang sholih lebih aku sukai daripada orang-orang fasiq, sehingga jika ada dua orang menemuiku yang satu sholih dan yang satunya lgi jahat maka aku dahulukan keperluan orang sholih itu.” Dikatakan, dalam riwayat Wahb bin Munabbih, dia berkata, “Ya Tuhanku, jika kamu memaafkanku dan mengampuni dosa-dosaku, maka gembiralah para kekasihmu dan para nabimu, dan sedihlah setan, musuhku dan musuhMu. Jika kamu menyiksaku sebab dosa-dosaku, maka gembiralah setan dan teman-temannya, dan sedihlah para kekasihmu dan para nabimu. Sesungguhnya aku tahu bahwa kegembiraan para kekasih lebih kamu sukai dari gembiranya setan dan teman-temannya. Maka ampunilah aku ya Allah. Sesungguhnya Kamu Tahu tentang diriku dan apa yang aku katakan. Sayangilah aku dan ampunilah aku.” Allah Ta’ala berfirman, “Maka Aku Menyayanginya, mengampuninya dan memaafkannya. Sesungguhnya Aku Maha Pemurah dan Maha Penyayang terhadap orang yang mengakui dosa-dosa di hadapanku. Orang ini mengakui dosa-dosa, maka Aku mengampuni dan memaafkannya. Hai Musa, lakukan apa yang Aku perintahkan padamu. Sesungguhnya Aku Mengampuni atas kehormatannya untuk orang yang sholat atas jenazahnya dan hadir pada pemakamannya.” (Irsyadul Ibad, hal: 3)
4.         Diceritakan bahwa Ali ra, berangkat untuk sholat Jama’ah Shubuh secara tergesa-gesa. Dia bertemu dengan orang tua berjalan di depannya dengan pelan dan tenang di jalan itu. Ali ra, tidak mendahulinya sebagai penghormatan padanya karena dia lanjut usia, sehingga hampir habis waktu Shubuh. Ketika orang tua itu dekat ke pintu masjid ternyata dia tidak masuk ke masjid. Tahulah Ali ra, bahwa orang tua itu beragama kristen. Ali masuk ke masjid dan masih mendapati Rasulullah saw, sedang rukuk dengan rukuk yang lama seukuran dua kali rukuk, sehingga Ali ra, nututi sholat Jama’ah. Ketika selesai sholat, dia bertanya kepada Rasulullah saw, kenapa memanjangkan rukuk dalam sholat, Ali ra, berkata, “Ya Rasulallah, mengapa kamu memanjangkan rukuk dalam sholat ini? Dan aku belum pernah mengalami hal seperti ini.” Rasulullah saw, bersabda: “Ketika aku rukuk dan membaca Subhana Robbiyal Adzim sebagaimana yang memang aku lakukan, kemudian aku ingin mengangkat kepalaku. Tiba-tiba Jibril datang dan meletakkan sayapnya di punggungku, memegangiku beberapa lama. Ketika dia mengangkat sayapnya, aku pun mengangkat kepalaku.” Jamaah sholat bertanya, “Kenapa Jibril melakukan itu?” Rasulullah saw, berkata, “Aku belum menanyakan itu pada Jibril.” Lalu Jibril datang, dan berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Ali tergesa-gesa ingin ikut sholat jamaah. Dia bertemu lelaki tua kristen di jalan, dan dia tidak tahu bahwa lelaki itu beragama kristen. Ali menghormatinya karena tua, tidak mendahuluinya, dan menjaga haknya. Maka, Allah menyuruhku memegangimu ketika rukuk sehingga Ali nututi sholat Shubuh berjamaah. Hal ini bukanlah sesuatu yang aneh, yang lebih aneh adalah bahwa Allah memerintahkan kepada Mikail as, agar menahan matahari dengan sayapnya sehingga matahari tidak terbit beberapa lama sebab Ali.” Hal ini adalah keutamaan menghormati orang tua lanjut usia padahal dia beragama kristen. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 4)
5.         Kisah yang lain: Ketika dekat kematian gurunya Abu Manshur Al-Maturidzy ra, dan dia waktu itu berusia delapan puluh tahun. Guru itu sakit, dan menyuruh Abu Manshur untuk mencari budak yang seumur dengannya untuk dibeli dan dibebaskan. Abu Manshur berangkat mencari namun tidak menemukannya. Orang-orang berkata, “Bagaimana mungkin kamu akan menemukan budak umur delapan puluh tahun, lanjut usia yang tidak dibebaskan?” Abu Manshur pulang ke rumah gurunya dan memberitahu tentang ucapan manusia. Ketika gurunya mendengar penjelasan tentang ucapan itu, gurunya meletakkan kepalanya di tanah dan memohon kepada Tuhannya, dengan berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya makhluq tidak mengabaikan kemurahan hatinya ketika budaknya sampai pada umur delapan puluh tahun (sehingga pasti dibebaskan), maka bagaimana mungkin Kamu tidak akan membebaskanku dari api neraka padahal Kamu Maha Mulia, Maha Pemurah, Maha Agung, Maha Pengampun, Maha Bersyukur.” Maka Allah Ta’ala membebaskannya.  (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 4)
6.         Nabi saw, bersabda, “Aku adalah kotanya ilmu, dan Ali adalah pintunya.” Ketika kaum khawarij mendengar hadits ini, mereka dengki terhadap Ali ra. Sepuluh orang berkumpul dari kalangan tokoh mereka. Mereka berkata, “Sesungguhnya kita akan bertanya pada Ali satu pertanyaan. Kita akan lihat bagaimana dia menjawab kita. Jika dia menjawab setiap pertanyaan kita dengan jawaban yang lain, maka kita tahu dia memang pintar sebagaimana sabda Nabi saw.” Maka, datanglah seorang dari mereka dan berkata, “Hai Ali, ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu berkata, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Syadad, Fir’aun dan lainnya mereka.” Orang itu pergi membawa jawaban ini. Kemudian datang orang lain, bertanya dengan pertanyaan orang pertama tadi. Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Ilmu menjagamu, sedangkan harta, kamulah yang menjaganya.” Orang itu pergi membawa jawaban ini. Kemudian datang seorang dari mereka, bertanya seperti pertanyaan orang pertama dan kedua. Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Pemilik harta memiliki musuh yang banyak sedangkan pemilik ilmu memiliki sahabat yang banyak.” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian datanglah orang lain dan bertanya, “Ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Jika kamu berikan harta, maka harta akan berkurang sedangkan jika kamu berikan ilmu maka ilmu akan bertambah.” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Maka hadirlah orang lain dan bertanya seperti mereka, “Ilmu lebih utama atau harta?”. Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Pemilik harta dipanggil dengan nama bakhil dan hina sedangkan pemilik ilmu dipanggil dengan nama agung dan mulia.” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Maka hadirlah orang lain dan bertanya tentang hal itu. Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Harta harus dijaga dari pencuri sedangkan ilmu tidak perlu dijaga dari pencuri.” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian hadirlah orang lain dan bertanya tentang hal itu. Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali berkata, “Pemilik harta akan dihisab di hari Kiamat sedangkan pemilik ilmu akan memberi syafaat di hari Kiamat.” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian datanglah orang lain dan bertanya, “Ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali berkata, “Harta akan rusak dengan lamanya didiamkan serta berlalunya zaman sedangkan ilmu tidak pernah rusak dan tidak pernah binasa” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian hadirlah orang lain dan bertanya, “Ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali berkata, “Harta mengeraskan hati sedangkan ilmu menerangkan hati” Orang itu pulang membawa jawaban ini. Kemudian hadirlah orang lain dan bertanya tentang hal itu. Orang itu bertanya, “Ilmu lebih utama atau harta?” Ali ra, menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya, “Dengan alasan apa?” Ali ra, berkata, “Pemilik harta dijuluki dengan julukan ahli riba sebab hartanya sedangkan pemilik ilmu dijuluki dengan julukan ahli ibadah.” Ali ra, berkata, “Jika mereka bertanya kepadaku tentang hal ini maka aku akan menjawabnya dengan jawaban yang lain selama aku hidup.” Maka semua orang itu menyerah. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 5)
7.         Hikayat: Seorang laki-laki wuquf di Arafah. Di tangannya ada tujuh batu. Orang itu berkata, “hai batu-batu, jadilah saksi untukku di hadapan Tuhanku bahwa aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah. Kemudian orang itu tidur dan bermimpi seakan-akan Kiamat telah tiba. Orang itu diadili dan dinyatakan masuk neraka. Malaikat membawanya dan ketika sampai ke pintu neraka, tiba-tiba ada sebuah batu dari batu-batu itu meletakkan dirinya pada pintu neraka. Maka malaikat penyiksa berkumpul untuk mengangkatnya dan mereka tidak mampu. Kemudian orang itu dibawa ke pintu yang lain, tiba-tiba ada satu batu lain dari batu-batu yang tujuh itu. Malaikat tidak mampu untuk mengangkatnya. Kejadian itu terulang sehingga dia dibawa ke tujuh pintu  neraka, dan setiap pintu neraka terdapat batu itu. Kemudian orang itu dibawa ke bawah Arsy. Malaikat berkata, “Oh Tuhan kami, Kamu Tahu terhadap urusan hambaMu, dan kami tidak menemukan jalan menuju ke neraka.” Tuhan Yang Maha Memberi Berkah dan Maha Tinggi berfirman, “Hai hambaKu, batu-batu itu telah menjadi saksi dan tidak menghilangkan hakmu. Maka bagaimana aku akan menghilangkan hakmu padahal aku menyaksikan persaksianmu.” Allah berfirman, “Masukkan dia ke surga..!” maka ketika telah dekat ke surga, pintu-pintu surga masih terkunci. Maka datanglah syahadat La ilaaha illaLah dan terbukalah pintu surga semuanya. Maka masuklah lelaki itu. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 5)
8.         Imam Az-Zahid Sayyidi Al-Mufty ra, bercerita dari ayahnya Al-Mufty ra, berkata, “Sesungguhnya Musa as, berdoa pada Tuhannya, dia berkata, “Tuhanku, Kamu telah menciptakan makhluk, memeliharanya dengan nikmat dan rizkiMu, tapi kemudian Kamu masukkan mereka pada hari Kiamat ke dalam neraka.” Allah mewahyukan kepadanya, “Hai Musa, berdirilah, tanamlah tanaman.” Maka Musa as, menanam dan menyiramnya. Setelah tanama tumbuh, Musa as, memanen dan menginjaknya (memisahkan yang baik dari yang rusak). Allah bertanya kepadanya, “Apa yang kamu lakukan pada tanamanmu, hai Musa?” Musa menjawab, “Aku mengangkatnya.” Allah Ta’ala bertanya, “Apa yang kamu tinggalkan darinya?” Musa menjawab, “Hai Tuhanku, aku tidak meninggalkan kecuali yang tidak ada kebaikan di dalamnya.” Allah berfirman, “Hai Musa, sesungguhnya aku masukkan ke neraka orang yang tidak ada kebaikan di dalamnya.” Musa bertanya, “Siapa orang itu?” Allah berfirman, “Yaitu orang yang menolak berkata, La ilaaha illalLah. Muhammadur Rasulullah (tiada tuhan selain Allah. Muhammad utusan Allah)” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 5)
9.         Abu Bakar As-Shiddiq ra. Di sebutkan bahwa dia adalah pedagang sukses di masa Jahiliyah. Adapun sebab dia masuk Islam adalah bahwa dia bermimpi di Syam. Dia melihat dalam mimpinya ada matahari dan bulan di kamarnya. Dia mengambil keduanya dengan tangannya, mengumpulkan keduanya pada dadanya dan memakaikan selendang padanya. Ketika dia bangun dari tidurnya, dia pergi ke seorang pendeta kristen untuk bertanya tentang mimpi itu dan meminta penjelasan. Pendeta itu berkata, “Kamu darimana?” Abu Bakar menjawab, “Dari Mekkah..” Pendeta bertanya lagi, “Dari suku apa?” Abu Bakar menjawab, “Dari suku Taym.” Pendeta berkata, “Apa tujuanmu ke sini?” Abu Bakar menjawab, “Untuk berdagang..” Pendeta berkata, “Akan keluar di zamanmu seorang laki-laki dari keturunan Hasyim yang dipanggil dengan Muhammad Al-Amin. Dia dari suku Hasyim. Dialah nabi akhir zaman. Seandainya tidak ada dia, tentu Allah tidak akan menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya, tidak juga menciptakan Adam, tidak juga menciptakan para nabi dan utusan. Dialah penutup para nabi. Kamu akan masuk dalam agama Islamnya dan akan menjadi menterinya serta akan menjadi khalifah setelahnya. Inilah penjelasan tentang mimpimu.” Kemudian pendeta melanjutkan, “Aku telah menemukan sifatnya dalam kitab Taurat, Injil dan Zabur. Sesungguhnya aku telah masuk Islam untuknya, dan aku sembunyikan keislamanku karena takut terhadap orang-orang Kristen.” Ketika Abu Bakar ra, mendengar  dari pendeta itu tentang sifat Nabi saw, maka luluh hatinya dan rindu untuk berkunjung pada Nabi Muhammad saw. Abu Bakar berangkat menuju Makkah, mencarinya dan menemukannya. Abu Bakar mencintai Nabi Muhammad dan tidak bisa bersabar sesaat pun tanpa melihatnya. Maka beberapa saat kemudian, Rasulullah saw, bersabda, “Wahai Abu Bakar, setiap hari kamu datang padaku, duduk denganku tetapi tidak masuk Islam?” Abu Bakar ra, berkata, “Jika kamu adalah nabi, maka kamu pasti punya mukjizat.” Nabi saw, bersabda, “Apakah tidak cukup mukjizat yang kamu lihat dalam mimpimu di Syam, penjelasan pendeta, dan dia kabarkan keislamannya.” Abu Bakar ra, mendengar hal itu kemudian berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan sesungguhnya kamu adalah utusan Allah.” Abu Bakar ra, masuk Islam dan sangatlah bagus keislamannya. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 6)
10.       Hikayat: Ibrahim bin Adham. Adapun sebab taubatnya adalah pada suatu hari, dia keluar ke pantai. Turun ke sebuah tempat, membuka persediaan makanan untuk memakan makanan. Pada saat itu, tiba-tiba datang seekor burung gagak mengambil sebuah roti dari persediaan itu dengan paruhnya dan terbang ke udara. Ibrahim merasa heran tentang hal itu. Ibrahim mengendarai kudanya, mengikuti di belakang burung gagak itu sehingga burung gagak itu naik ke sebuah gunung dan menghilang dari pandangannya. Ibrahim naik juga ke gunung itu untuk mencari burung gagak itu. Dari arah yang jauh, Ibrahim melihat burung gagak itu. Ketika dia mendekat, maka burung itu terbang. Ibrahim melihat ada seorang laki-laki yang diikat di gunung dalam keadaan terlentang. Ketika Ibrahim melihat lelaki itu dalam keadaan seperti itu, dia turun dari kudanya, membuka ikatannya dan bertanya keadaan dan ceritanya. Lelaki itu berkata, “Sesungguhnya aku seorang pedagang. Perampok telah menghadangku. Mereka mengambil semua hartaku. Mereka memukulku, mengikatku dan membuangku di tempat ini. Aku di sini sudah tujuh hari. Setiap hari gagak itu datang padaku membawa roti. Dia duduk di dadaku, memecahkan roti dengan paruhnya dan meletakkannya di mulutku. Allah tidak pernah meninggalkanku dalam keadaan lapar selama tujuh hari itu.” Maka Ibrahim mengendarai kudanya, membonceng orang itu dan pergi ke tempat turunnya. Ibrahim bertaubat dan kembali kepada Allah. Melepas baju kebanggaan dan memakai pakaian kaum shufi. Membebaskan budaknya, mewakafkan perabotan rumahnya dan harta-harta miliknya, mengambil sebuah tongkat dan menuju ke Mekkah tanpa membawa bekal dan kendaraan. Dia bertawakkal kepada Allah dan tidak memperdulikan bekal. Dia tidak merasa lapar sehingga tiba di Kakbah. Dia bersyukur kepada Allah, memujiNya, sambil membaca ayat, (artinya) “…Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusanNya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (At-Thalaq ayat 3). (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 10)
11.       Diceritakan, dari Abu Bakar Al-Ismaily dengan riwayat dari Ustman bin Affan ra, bahwa ketika Utsman diperdengarkan sifat-sifat neraka, dia tidak menangis. Jika diperdengarkan sifat-sifat Kiamat, dia tidak menangis. Tetapi jika dia diperdengarkan sifat-sifat kubur, dia menangis. Dikatakan kepadanya, “Mengapa begini wahai Amirul Mukminin?” Ustman ra, menjawab, “Jika aku masuk neraka, aku bersama manusia. Jika aku di hari Kiamat, aku bersama manusia. Tetapi, jika aku di kuburan, aku sendirian dan tidak ditemani oleh satu orang pun dalam kubur. Sesungguhnya kunci kubur ada pada malaikat Israfil as, dan dia membukanya di hari Kiamat sambil berkata, “Barangsiapa dunia telah menjadi penjaranya maka kuburan adalah surganya.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 17)
12.       Diceritakan dari Hasan Al-Bashri, bahwa dia duduk di pintu rumahnya dan ada jenazah yang lewat. Di belakang jenazah itu ada manusia. Di bawah jenazah itu ada seorang anak perempuan kecil berlari-lari kecil. Mengurai rambutnya. Anak itu menangis. Hasan berdiri mengikuti jenazah itu. Anak itu berkata, “Wahai ayahku, aku tidak pernah bertemu sebuah hari seperti hari ini.” Hasan berkata, “Ayahmu tidak pernah bertemu dengan hari seperti hari ini.” Hasan kemudian sholat untuk jenazah itu dan pulang. Ketika telah pagi, Hasan sholat Shubuh. Setelah matahari terbit, Hasan duduk di pintu rumahnya dan melihat anak perempuan itu menangis sedang pergi menuju kubur ayahnya untuk berziarah. Hasan berkata sendiri, “Anak itu pasti bijaksana, aku akan mengikutinya. Mungkin dia akan berbicara yang bermanfaat bagiku. Hasan pun mengikutinya. Ketika anak itu sampai di kubur ayahnya, Hasan bersembunyi dari pandangannya di semak belukar. Anak itu memeluk kubur ayahnya, meletakkan pipinya di tanah dan berkata, “Wahai ayahku, bagaimana kamu menginap di gelapnya kubur sendirian tanpa lampu dan teman ramah. Wahai ayahku, aku masih menyalakan lampu untukmu kemarin malam, maka siapa yang menyalakan lampu untukmu barusan? Wahai ayahku, aku masih menghampar tempat tidur untukmu kemarin malam, maka siapa yang menghamparkan tempat tidur untukmu barusan? Wahai ayahku, aku masih memijat kedua tangan dan kakimu kemarin malam, maka siapa yang memijat kedua tangan dan kakimu barusan? Wahai ayahku, aku masih memberimu minum kemarin malam, maka siapa yang memberimu minum barusan? Wahai ayahku, aku masih membolak-balik badanmu miring ke kanan dan ke kiri kemarin malam, maka siapa yang membolak-balik badanmu barusan? Wahai ayahku, aku masih menutupi badanmu yang terbuka kemarin malam, maka siapa yang menutupimu barusan? Wahai ayahku, aku masih mengusap wajahmu kemarin malam, maka siapa yang mengusap wajahmu barusan? Wahai ayahku, kamu masih memanggil kami kemarin malam, maka siapa yang kamu panggil barusan dan siapa yang menjawab panggilanmu? Wahai ayahku, aku masih memberimu makan kemarin malam ketika kamu ingin makan, maka apakah kamu ingin makan dan siapa yang memberimu makan barusan? Wahai ayahku, aku masih memasak untukmu bermacam makanan kemarin malam, maka siapa yang memasak untukmu barusan?” Hasan menangis dan menampakkan dirinya pada anak itu, mendekat padanya dan berkata, “Wahai anak perempuanku, jangan katakan ucapan-ucapan itu tetapi katakanlah, “Kami arahkan wajahmu ke arah Kiblat, apakah kamu masih dalam keadaan seperti itu atau kamu telah berpaling ke arah lain? Wahai ayahku, kami telah memberimu kafan dengan kafan yang bagus, apakah kafan itu masih seperti semula atau telah dilepas darimu? Wahai ayahku, kami telah meletakkan kamu di dalam kubur dalam keadaan bagus badanmu, maka apakah tetap seperti itu atau ulat-ulat telah memakanmu? Katakan, Wahai ayahku, sesungguhnya ulama’ berkata bahwa hamba ditanya tentang iman, di antara hamba itu ada yang bisa menjawab dan ada yang tidak bisa. Apakah kamu menjawabnya atau kamu tidak bisa menjawabnya? Wahai ayahku, ulama’ berkata, kubur itu diluaskan kepada sebagian mereka dan disempitkan kepada sebagian mereka. Apakah kubur sempit untukmu atau luas? Wahai ayahku, sesungguhnya ulama berkata, sebagian mereka diganti kafannya dengan kafan surga dan sebagian lagi diganti dengan kafan neraka. Apakah digantikan untukmu dari neraka atau dari surga? Wahai ayahku, sesungguhnya ulama’ berkata, sesungguhnya kubur adalah sebuah taman dari taman-taman surga atau jurang dari jurang-jurang neraka. Wahai ayahku, sesungguhnya ulama’ berkata, kubur memeluk sebagian mereka seperti pelukan orang tua yang penuh kasih sayang, dan membenci juga memeras sebagian mereka sehingga remuk tulang-tulang mereka. Apakah kubur memelukmu atau membencimu? Wahai ayahku, sesungguhnya ulama’ berkata, setiap orang yang diletakkan di kubur menyesal. Orang yang takwa menyesal karena tidak memperbanyak kebaikan-kebaikannya. Orang-orang ahli maksiat menyesal kenapa dia melakukan kejelekan-kejelekan? Apakah kamu menyesal atas kejelekan-kejelekanmu atau atas sedikitnya kebaikan-kebaikanmu? Wahai ayahku, kamu menjawabku saat aku memanggilmu. Ketika aku memanggil di ujung kuburmu, aku tidak mendengar suaramu. Wahai ayahku, kamu telah pergi dengan sebuah kepergian yang kamu tidak akan pernah bertemu lagi denganku sampai hari Kiamat. Ya Allah, jangan halangi kami dari pertemuan dengannya di hari Kiamat.” Anak perempuan itu berkata, “Wahai Hasan, betapa bagusnya ratapanmu pada ayahku dan betapa bagusnya peringatan untukku dan menyadarkanku dari tidurnya orang-orang lalai. Kemudian anak itu pulang bersama Hasan dalam keadaan menangis.   (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 17)
13.       Diceritakan, bahwa Nabi saw duduk di pintu Madinah dan sebuah (rombongan mengantar) Jenazah lewat. Nabi saw, bertanya, “Apakah dia punya hutang?” Mereka menjawab, “Dia punya hutang empat dirham.” Nabi saw, bersabda, “Sholatlah kalian untuknya, sesungguhnya aku tidak sholat jenazah untuk orang yang punya hutang empat dirham, kemudian mati dan belum melunasinya.” Jibril as, turun dan berkata, “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah mengucap salam untukmu dan Berfirman, “Aku telah mengutus Jibril dengan bentuk manusia untuk melunasi hutangnya.” Jibril berkata, “Berdirilah dan sholatlah, sesungguhnya orang itu telah diampuni.” Allah berfirman, “Siapa yang sholat untuk jenazahnya maka Allah akan mengampuninya.” Nabi saw, bersabda, “Wahai saudaraku Jibril, darimana dia mendapat kemuliaan ini?” Jibril menjawab, “Karena bacaannya setiap hari 100 kali surat Al-Ikhlas. Sesungguhnya di dalam surat itu ada penjelasan tentang sifat-sifat Allah, pujian atasnya.” Jibril melanjutkan, “Barangsiapa membacanya satu kali sepanjang hidupnya, maka dia tidak akan keluar dari dunia kecuali akan melihat tempatnya di surga. Lebih khusus lagi jika membacanya dalam sholat lima waktu setiap hari. Jumlah itu akan memberi syafaat untuknya di hari Kiamat dan untuk keluarganya dari kalangan yang ditetapkan masuk neraka.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 20)
14.       Diceritakan, bahwa di kalangan bangsa Israel ada seorang laki-laki jahat yang tidak pernah mencegah dari berbuat jahat. Penduduk negerinya tidak mampu menghalanginya berbuat jahat. Mereka merendahkan diri kepada Allah Ta’ala.  Allah mewahyukan kepada Nabi Musa as, bahwa di dalam bangsa Israel ada seorang pemuda jahat. Keluarkan dia dari negeri mereka sehingga api tidak diturunkan kepada mereka. Musa as, datang dan mengeluarkannya. Pemuda itu pergi ke sebuah desa dari beberapa desa. Allah perintahkan untuk mengeluarkannya dari desa itu. Musa mengeluarkannya dari desa itu. Pemuda itu keluar ke tempat sampah dan ke tempat yang tidak ada makhluk apapun, tidak ada burung dan binatang buas. Pemuda itu sakit di tempat sampah itu. Dia tidak punya satu pun penolong yang bisa membantunya. Dia meletakkan dirinya di tanah dan berkata dalam keadaan sakitnya, “Ya Tuhanku, jika ibuku hadir di dekat kepalaku, pasti dia menyayangiku dan menangis atas kehinaanku. Jika ayahku hadir di sampingku, pasti dia menolongku, memandikanku dan mengkafaniku. Jika istriku ada di sisiku, pasti dia menangis karena perpisahanku. Jika anak-anakku di sampingku, pasti mereka menangis di belakang jenazahku dan berkata, “Ya Allah ampuni orang tuaku yang terasing, yang lemah, yang berbuat maksiat, yang jahat, yang diusir dari satu negeri ke negeri lain, dari satu negeri ke desa, dari desa ke tempat sampah. Kemudian keluar dari alam dunia ke alam akhirat dalam keadaan putus asa dari segala apapun kecuali dari Rahmat Allah Ta’ala” dan dia berkata, “Ya Allah, jika kamu memutusku dari orang tuaku, anak-anakku dan istriku, maka janganlah kamu putuskan aku dari RahmatMu. Kamu telah membakarku dengan perpisahan mereka, tetapi jangan kamu bakar aku dengan api nerakaMu sebab maksiatku.” Maka Allah mengirim padanya para bidadari dalam bentuk ibunya dan bidadari dalam bentuk istrinya, mengutus pemuda surga dalam  bentuk anak-anaknya, dan mengutus seorang malaikat dalam bentuk ayahnya. Mereka duduk di sampingnya dan menangis untuk pemuda itu seakan-akan mereka anak-anaknya, istrinya, ibunya dan ayahnya yang hadir disampingnya. Maka senanglah hati pemuda itu dan berkata, “Ya Allah, jangan kamu putus aku dari kasih sayangmu. Sesungguhnya Kamu Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Pemuda itu sampai kepada Rahmat Allah dalam keadaan suci dan diampuni. Allah kemudian mewahyukan kepada Musa as, untuk pergi ke tempat sampah itu di tempat itu. Telah mati di tempat itu seorang kekasih Allah dari kalangan para kekasih Allah. Mandikan, kafani dan sholatlah untuknya.” Ketika Musa as, hadir ke tempat itu, dia melihat pemuda yang dulu pernah diusirnya dari negeri ke desa atas perintah Allah Ta’ala, juga melihat bidadari sedang menangis untuknya. Musa as, berkata, “Ya Allah, apakah dia pemuda jahat yang aku usir dari negerinya atas perintahMu?” Allah berfirman, “Ya, wahai Musa. Tetapi aku telah memberinya Rahmat dan mengampuninya sebab rintihannya saat dia sakit, sebab perpisahannya dari negerinya, orang tuanya, anak-anaknya dan istrinya. Aku mengutus untuknya bidadari dalam bentuk ibunya, dan malaikat dalam bentuk ayahnya, sebagai kasih sayangku padanya atas rasa hinanya dalam keterasingannya. Jika orang asing telah mati, maka menangis untuknya penduduk langit dan bumi dengan rasa kasih sayang. Maka, bagaimana aku tidak akan menyayanginya padahal aku adalah Dzat Yang Paling Maha Penyayang di antara orang-orang yang penyayang.”  (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 21)
15.       Diceritakan bahwa suatu hari orang-orang kafir berkumpul di rumah Abu Jahal. Tiba-tiba masuk seorang lelaki yang dipanggil Thariq As-Shaydalaniy. Thariq berkata, “Betapa mudahnya Muahmmad bagi kita jika kalian bersepakat pada ucapanku.” Orang-orang kafir berkata, “Apa itu wahai Thariq?” lelaki itu berkata, “Sesungguhnya Muhammad menyandar di dinding Kakbah. Jika seorang dari kita pergi untuk melemparkan batu besar dari atas Kakbah pada saat yang tepat.” Seorang lelaki berdiri di antara mereka yang dikenal dengan nama Syihab. Syihab berkata, “Kalau kalian mengijinkan aku untuk membunuhnya..” Mereka pun mengijinkan. Syihab naik ke atas Kakbah membawa sebuah batu besar dan melemparkannya kepada Nabi saw. Ternyata, ada sebuah batu yang keluar dari dinding Kakbah menangkap batu tadi di udara sampai Rasulullah saw, pergi dari tempatnya. Kemudian, jatuhlah batu itu ke bumi. Dinding itu masuk ke tempatnya dan kembali seperti semula. Syihab melihat kejadian itu dan merasa heran. Syihab turun dari Kakbah dan datang ke hadapan Rasulullah saw, dan betapa bagus keislamannya. Thariq juga masuk Islam. Syihab dan orang-orang yang bersamanya masuk Islam setelah melihat mukjizat ini. Iman kepada Nabi Muhammad saw, di akhir zaman termasuk paling utamanya kedudukan, karena mereka menetap di atas Iman dan Islam di dalam jauhnya jarak tanpa menyaksikan Nabi Muhammad saw, dan mukjizat-mukjizatnya. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 22)
16.       Dalam sebuah cerita, bahwa Abdullah bin Mubarak melihat sebuah kuda yang dijual di pasar dengan harga empat puluh dirham. Abdullah berkata, “Betapa murahnya kuda ini.” Dikatakan kepadanya, “Kuda ini punya banyak cela.” Abdullah bertanya, “Apa saja itu?” Pemilik kuda menjawab, “Kuda ini tidak bisa mengejar di belakang musuh, berhenti sehingga musuh di belakang berhasil mengejarnya, meringkik dan menjerit di tempat yang seharusnya diam.” Abdullah berkata, “Oh, kalau begitu kuda ini mahal.” Abdullah meninggalkan kuda itu. Kemudian kuda itu dibeli oleh muridnya Abdullah. Ketika hari peperangan tiba, murid ini berperang menggunakan kuda itu dengan baik. Abdullah bertanya kepada muridnya itu, “Kamu telah menyembuhkan celanya.” Muridnya berkata, “Ya. Sebenarnya, kuda ini persis seperti yang dibicarakan oleh pemiliknya dulu. Tetapi, ketika aku membelinya, aku bisikkan di telinganya. Hai kuda, sesungguhnya aku meninggalkan dosa-dosaku dan aku bertaubat, kembali pada Allah Ta’ala. Tinggalkanlah olehmu apa yang ada pada dirimu dari keburukan-keburukan.” Kuda itu menggerakkan kepalanya tiga kali dan menjawab bahwa dia akan meninggalkan celanya itu. Aku pun tahu bahwa cela itu dari pemilik kuda bukan dari kudanya. Sesungguhnya kuda orang kafir mengutuk pemiliknya sampai turun dari punggungnya. Orang dzolim ahli maksiat juga begitu. Allah berfirman, (artinya) “Ingatlah, kutukan Allah atas orang-orang dzolim.” Jika Allah mengutuknya maka segala sesuatu pasti mengutuknya. Seperti itu juga kuda akan mengutuk pemiliknya jika dia kafir, dzolim, munafik, sombong sampai turun dari punggungnya. Maka, diketahui bahwa binatang merasa gembira dan patuh pada pemiliknya sebab ketaatan kebahagiaan itu. Dan kegembiraan itu akan menjadi sebuah makhluk di hari Kiamat, datang dan memegang pemiliknya kemudian memimpinnya ke surga. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 25)
17.       Hikayat: Ali berkata, datang seorang lelaki kepada Nabi saw, dan berkata, “Ya Rasulallah, aku telah bermaksiat pada Allah, maka sucikanlah aku.” Nabi bertanya, “Apa maksiat yang kamu kerjakan?” Orang itu menjawab, “Aku malu untuk mengatakannya.” Rasulullah saw, bersabda, “Apakah kamu malu untuk memberitahuku tentang dosamu, dan kenapa kamu tidak malu kepada Allah padahal Dia Melihatmu? Berdirilah dan keluarlah dari sisiku agar api tidak turun pada kami.” Maka keluarlah orang itu dari hadapan Rasul dalam keadaan hampa, putus asa, menangis. Kemudian Jibril datang dan berkata, “Hai Muhammad, kenapa kamu membuat putus asa seorang pendosa yang punya penebus atas dosanya meskipun dosanya sangat banyak.” Rasulullah saw, bertanya, “Apa tebusan dosanya?” Jibril berkata, “Dia punya anak kecil. Jika dia masuk ke rumahnya dan anak kecil itu menyambutnya, maka orang itu memberikan sesuatu dari makanan atau sesuatu yang membuatnya bahagia. Jika anak kecil itu bahagia maka itu adalah tebusan bagi dosa-dosanya.” Diketahui bahwa kegembiraan anak-anakmu adalah tebusan bagi dosa-dosamu, keselamatan dari api neraka sebagaimana Allah berfirman, (artinya), “Sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian adalah ujian. Dan Allah, di sisiNya ada pahala yang besar.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 26)
18.       Hikayat: dalam cerita ini ada kabar gembira bagi orang-orang beriman. Umat-umat masa lalu lemah kemampuannya dan sedikit pemahamannya. Mereka tidak membenarkan rasul-rasul mereka kecuali dengan mukjizat dan diperlihatkan keajaiban benda. Kaum Nabi Musa pernah berkata kepada Nabi Musa, “Kami tidak akan percaya kepadamu sampai kami melihat Allah secara jelas. Maka petir menghancurkan mereka.” Mereka bertanya kepada Musa, “Apakah Tuhanmu tidur? Karena di dalam kitab Taurat ada ayat bahwa Allah tidak pernah mengantuk dan tidak pula tidur.” Maka Nabi Musa menerangkan kepada mereka tentang ayat yang ada dalam kitab Taurat. Mereka bertanya, “Bagaimana mungkin Tuhanmu tidak tidur?” Allah mewahyukan kepada Nabi Musa as, agar dia memenuhi dua botol dengan air kemudian memegang keduanya dengan tangannya. Allah membuatnya tertidur. Jatuhlah dua botol itu dan pecah. Allah berfirman, “Katakan hai Musa kepada kaummu. Jika Alah tidur, maka hancurlah alam semesta ini. Jadikanlah hal ini sebagai perumpamaan.” Allah memuji umat ini, umat Nabi Muhammad saw, dengan firmanNya, (artinya) “Kalian adalah umat terbaik.” Karena umat ini membenarkan Rasulullah saw, tanpa melihat mukjizat dan perumpamaan selama bertahun-tahun.”  (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 26)
19.       Hikayat: Ibrahim bin Adham punya tujuh puluh dua budak. Ketika dia bertaubat dan kembali kepada Allah Ta’ala, dia bebaskan semua budaknya. Suatu hari, satu orang dari mereka minum khomer dan bertemu dengan Ibrahim. Orang itu berkata, “Hai fulan, tunjukkan aku ke rumahku.” Ibrahim berkata, “Ya.” Kemudian Ibrahim mengantarnya ke kuburan. Ketika orang mabuk itu melihat dirinya dibawa ke kuburan, dia memukul Ibrahim dengan pukulan yang keras, dan berkata, “Tunjukkan aku ke rumahku…!! Kenapa kamu bawa aku ke kuburan?” Ibrahim berkata, “Hai orang yang sedikit akal, ini rumahmu yang sebenarnya. Rumah selain kuburan adalah rumah palsu. Orang mabuk kembali memukulnya dengan cambuk. Setiap kali dipukul, Ibrahim berkata, “Semoga Allah mengampunimu.” Ketika keduanya seperti itu, datang seorang laki-laki lain dan berkata kepada yang mabuk, “Hai fulan, apa yang kamu kerjakan? Kamu memukul tuanmu yang telah membebaskanmu.” Orang yang memukul itu tidak sadar bahwa yang dipukul adalah tuannya. Orang mabuk itu bertanya, “Siapa ini?” Orang yang datang itu menjawab, “Dia tuanmu yang telah membebaskanmu. Dia Ibrahim bin Adham.” Ketika orang mabuk itu tahu bahwa yang dipukul adalah orang yang membebaskannya, dia turun dari kudanya dan meminta maaf padanya. Ibrahim berkata, “Aku terima permohonan maafmu. Aku memaafkanmu dan mengampunimu.” Orang yang memukul itu berkata, “Tuanku, aku memukulmu, menyakitimu tetapi kamu mendoakan aku dengan doa yang baik. Dan berdoa pada setiap pukulan, “Semoga Allah memaafkanmu.” Ibrahim berkata, “Bagaimana aku tidak akan mendoakanmu dengan doa yang baik padahal kamu akan menjadi sebab diriku masuk surga sebab pukulanmu padaku dan siksaanmu itu.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 29)
20.       Diceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz pada masa kepemimpinannya mengirim para sahabat menuju Romawi untuk sebuah peperangan. Para sahabat dikalahkan. Dua puluh orang dari para sahabat ditawan. Kaesar Romawi memerintahkan kepada satu orang tawanan di antara mereka untuk masuk agamanya dan menyembah patung. Kaesar berkata, “Jika kamu masuk dalam agamaku dan sujud kepada berhala maka aku akan menjadikanmu pemimpin di sebuah negeri yang besar. Aku akan memberimu pangkat, harta pilihan, gelas, dan taman bunga. Tetapi, jika kamu tidak masuk dalam agamaku, maka aku akan membunuhmu dan memenggal lehermu.” Tawanan itu berkata, “Aku tidak akan menjual agamaku dengan kehidupan dunia.” Maka, Kaesar memerintahkan untuk membunuhnya. Tawanan itu dibunuh di lantai, dipenggal kepalanya dengan pedang. Kepala tawanan itu berputar-putar di lantai tiga kali membaca ayat ini, (artinya) “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” Maka Kaesar marah dan mengambil tawanan kedua dan berkata, “Masuklah kamu dalam agamaku. Aku akan menjadikanmu pemimpin di Mesir, jika tidak mau maka aku akan memenggal lehermu sebagaimana aku telah memenggal leher temanmu tadi.” Tawanan itu berkata, “Aku tidak akan menjual agamaku dengan kehidupan dunia. Kamu memang punya kekuasaan untuk memenggal leherku tetapi kamu tidak punya kekuasaan untuk memenggal keimananku.” Kaesar menyuruh agar dia dipenggal. Maka dipenggal kepalanya dan berputar tiga kali mengelilingi kepala teman yang tadi. Kepala itu membaca ayat, (artinya) “Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam syurga yang tinggi, buah-buahannya dekat.” Kemudian kepala itu diam dan menempel kepada kepala pertama tadi. Kaesar marah dengan kemarahan yang sangat besar. Kaesar menyuruh agar membawa tawanan ketiga. Kaesar berkata, “Apa yang akan kamu katakan? Apakah kamu akan masuk dalam agamaku, kemudian aku jadikan kamu pemimpin?” Kecelakaan menimpa tawanan itu. Dia berkata, “Aku masuk agamamu dan memilih dunia di atas kehidupan akhirat.” Kaesar berkata kepada menterinya, “Tulis untuknya jumlah harta, berikan dia harta pilihan, gelas emas, dan pangkat.” Menteri itu berkata, “Wahai raja, bagaimana kita akan memberinya semua itu tanpa sebuah ujian?” Menteri itu melanjutkan, “Katakan padanya, jika kamu benar dalam pembicaraanmu, maka bunuhlah seorang dari sahabatmu. Jika kamu lakukan itu, maka kami akan percaya padamu. Kemudian, orang terkutuk dan terhina itu membawa seorang temannya dan membunuhnya. Maka, raja menyuruh pada menterinya untuk menulis sejumlah harta. Menteri itu berkata pada raja, “Ini tidak masuk akal, dan bukan sebuah kecerdasan jika raja membenarkan pembicaraannya. Orang ini tidak menjaga hak saudaranya yang dilahirkan bersama dan tumbuh bersama. Bagaimana mungkin dia akan menjaga hak kita?” Raja pun menyuruh agar orang itu dibunuh. Prajurit membunuhnya dan memenggal kepalanya. Kepala itu berputar di lantai sebanyak tiga kali. Kepala itu membaca ayat, (artinya) “Apakah   orang-orang yang telah pasti ketentuan siksa atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang yang  berada  dalam  api  neraka?” Kemudian kepala itu diam di ujung lantai, dan tidak mendekat pada dua kepala tadi. Maka orang itu mati menuju siksa Allah Ta’ala dan kita berlindung kepada Allah. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 30)
21.       Sesungguhnya Ja’far At-Thayyar ra, dengan keberkahan kejujurannya dan tidak adanya dusta sepanjang umurnya, ketika dia terbunuh, Allah Ta’ala menciptakan dua sayap utuknya, berwarna hijau, dipenuhi permata dan Yaqut. Ja’far terbang dengan kedua sayapnya bersama para malaikat. Suatu hari Nabi saw, bertanya, “Wahai Ja’far At-Thayyar, wahai putra Abu Thalib… Sebab amal ibadah apa kamu mencapai kemuliaan ini?” Ja’far menjawab, “Aku tidak tahu. Aku hanya menahan tiga perkara saat aku masih kafir atau pun saat aku masuk Islam.” Rasulullah saw, bertanya, “Apa saja itu?” Ja’far menjawab, “Aku tidak pernah berdusta, aku tidak pernah berzina, aku tidak pernah mabuk, ketika aku masih kafir atau pun sesudah aku masuk Islam.” (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 34)
22.       Diceritakan bahwa Abu Yazid Al-Busthomi ra, suatu hari berdoa kepada Tuhannya, hatinya menjadi sangat baik, hatinya menjadi lunak, akalnya terbang ke Arsy, dan berkata pada dirinya. “Inilah kedudukan Nabi Muhammad saw, pemimpin para rasul as. Semoga nanti aku menjadi tetangganya di surga.” Ketika terbangun, dia dipanggil dalam bisikan, “Sesungguhnya budaknya seorang syaikh imam, di negeri itu akan menjadi tetanggamu di surga.” Ketika sadar, dia pergi mencarinya, ingin melihat wajahnya. Dia pergi sejauh jarak satu farsakh atau lebih. Ketika sampai di negeri itu, dia bertanya tentang budaknya syaikh. Mereka bertanya, “Untuk apa kamu bertanya tentang budak yang jahat, peminum khomer itu? Padahal kamu adalah orang yang di wajahmu ada tanda-tanda orang sholih?” Ketika Abu Yazid mendengar perkataan mereka, dia menyesal dan curiga. Dia berkata, “Mungkin suara bisikan itu dari setan.” Dia pun ingin pulang ke negerinya, kemudian berpikir, “Aku datang kesini, belum melihat wajahnya, dan ingin pulang?” Maka Abu Yazid berkata, “Dimana tempat budak itu?” Mereka memberitahunya dan berkata, “Sesungguhnya dia sibuk dengan minumannya di tempat itu.” Abu Yazid berangkat menuju tempat itu. Dia melihat empat puluh lelaki berkumpul di sebuah tempat untuk minum khomer. Budak itu duduk di antara mereka. Ketika melihat keadaan ini, Abu Yazid pulang dengan rasa kecewa. Tiba-tiba, budak itu memanggil, “Hai Abu Yazid, hai guru besar kaum muslimin… Kenapa kamu tidak masuk ke rumah ini? Kamu datang kesini dari tempat yang jauh, letih dan kesulitan untuk bertemu dengan tetanggamu di surga. Dan kamu telah menemukannya, tapi kamu ingin segera pulang, tanpa ucapan salam, tanpa sebuah pembicaraan, dan tanpa sebuah pertemuan?” Abu Yazid merasa heran dan merasakan keajaiban. Abu Yazid berkata pada dirinya, “Perjalananku ini rahasia, bagaimana dia tahu hal ini?” Budak itu berkata, “Hai syaikh, tak perlu berpikir dan merasa heran. Sesungguhnya yang mengutusmu kepadaku adalah yang memberitahuku atas kedatanganmu. Masuklah syaikh, duduklah bersama kami sebentar saja.” Abu Yazid masuk dan duduk di sampingnya, dia berkata, “Hai fulan, keadaan macam apa ini?” Budak itu menjawab, “Bukanlah keinginan seorang lelaki sejati untuk masuk surga sendirian. Sesungguhnya mereka, pemabuk itu, awalnya berjumlah delapan puluh lelaki yang berakhlak buruk. Aku bersemangat untuk mengubah mereka yang empat puluh. Mereka pun bertaubat, dan kembali dari sifat buruknya, dan akan menjadi teman-temanku dan tetangga-tetanggaku di surga. Sekarang tersisa empat puluh orang, maka tugasmu adalah berusaha untuk mengubah mereka dan mencegah mereka dari perbuatan ini sebagai tujuan dari kedatanganmu.” Ketika para pemabuk mendengar ucapan itu, mereka sadar bahwa orang yang datang itu adalah Syaikh Abu Yazid Al-Busthomi ra. Mereka bertaubat semuanya. Maka, mereka semuanya berjumlah delapan puluh dua lelaki yang akan menjadi teman dan tetangga di surga. (Al-Mawa’idz Al-Ushfuriyyah, hal: 36)


Bondowoso, 10 Muharram 1434 H
Saif Ibnu Rusly